Dayang Nurfaiza, Telangkai Rindu Lagu Melayu Klasik

Kini dengan perkembangan media sosial, terutama Instagram dan Youtube suara Dayang yang merdu sapat dinikmati di berbagai belahan dunia. Penggemarnya meluas pula di berbagai negara jiran, terutama di Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand Selatan, dan Filipina Selatan. Tentu di Sarawak dan Sabah. Kini, di tengah zaman yang sedang terus berubah dengan multimedia, multi channel, dan multi platform, nampak Dayang mengolah formula untuk merawat eksistensinya. Keindahan, keunikan, dan kekuatan vokalnya, Dayang terus menjadi salah satu penyanyi Malaysia dekade 90-an yang mampu bertahan.

Catatan Rindu Haedar

Bila anda dirundung rindu dan hendak melayari kembali tembang cinta lagu-lagu Melayu abadi yang pernah dipopulerkan Allahyarham P. Ramlee, SM Salim, Ahmad Jaiz, Allahyarhamah Salima, Sharifah Aini, Anita Sarawak, hingga Uji Rashid, tak usah risau. Selain masih ada Aishah, Sheila Majid, Sitti Nurhaliza, dan Tiara Jacquelina, Dayang Nurfaizah.

Belakangan hari, Dayang Nurfaizah via DN Entertainment, menegaskan lagi eksistensinya dengan tembang-tembang nostalgia penuh makna, ihwal kesejatian cinta. Dayang yang dikenal sebagai penyanyi R&B (Rhytm & Blues) Malaysia dengan vokal yang kuat dan khas, serta teknik menyanyi yang terkelola baik, menghadirkan sejumlah tembang abadi dengan dialek Melayu Serawak.

Dengan iringan musik orkestra yang apik, tanpa kecuali  MPO (Malaysia Philharmonic Orchestra) yang mewah, Dayang hadir dengan genre-nya sendiri, lewat Album Belagu dan Belagu II, menghadirkan sejumlah lagu Melayu Klasik dengan aransemen baru. Dayang Nurfaizah hadir sebagai telangkai rindu pada lagu-lagu Melayu Klasik.

Lewat suaranya yang khas dan penghayatannya yang penuh perasaan, Dayang menghantarkan tembang-tembang abadi yang menghanyutkan, seperti Gurindam Jiwa, Malam Ku Bermimpi, Nak Dara Rindu, Tak Seindah Wajah, Umpan Jinak di Air Tenang, Ketipang Payung, Jauh di Mata, Tari Tualang Tiga, Sejak Kubertemu Padamu, Mengapa Dirindu, Kenang Daku dalam Do’amu, Menanti di Ambang Syurga, Dikirim Jangan Dipesan Jangan, Tudung Periuk, Rindu Menyapa, dan berbagai lagu lagi.

Dayang Nurfaiza bersama MPO (Malaysia Philharmonic Orchestra) | Screenshot You Tube

Dayang yang bernama lengkap Dayang Nurfaizal Awang Dowty, kelahiran Kuching – Serawak, 20 Juli 1981. Ia meniti karirnya dalam usia muda, 18 tahun, seangkatan dengan Sitti Nurhaliza, Misha Omar, Liza Hanim, Amy Mastura, Ella, Siti Nordiana, Amelina, Dheila Majid, dan lain-lain.

Sepanjang karirnya, paling tidak, Dayang telah menerbitkan 8 album dan 49 single. Karirnya melesat sejak ia menjadi Juara Bintang Radio Talivisyen Malaysia (RTM) 1998, Juara Bintang Penghibur HMI 2000, Anugerah Industri Muzik 2001 untuk kategori Lagu Terbaik, Anugerah Industri Muzik 2013 Persembahan Vokal Terbaik Wanita, Juara Umum Anugera Lagu 31, dan Penyanyi dengan vokal terbaik dalam Anugerah Juara Lagu 29,30,31.

Kepada wartawan, Dayang mengemukakan, dia memilih lagu-lagu klasik, khasnya lagu-lagu P. Ramlee dan SM Salim, karena lagu-lagu Melayu klasik tersebut merupakan lagu abadi yang masih banyak dikenal luas dan dirindukan peminatnya sebagai nostalgia manusia di kalangan khalayak. Khasnya di Malaysia. Selebihnya, mendendangkan lagu-lagu Melayu klasik tersebut dengan komposisi dan aransemen yang khas merupakan bagian dari upaya melestarikan dan merawat karya para maestro musisi dan penyanyi Malaysia.

Di sisi lain, pilihan Dayang merekam dan menerbitkan album lagu dan musik Melayu klassik, akhirnya menjadi ciri khas bagi dirinya. Dayang menyanyikan lagu-lagu tersebut sepenuh perasaan dan mewakili pesan dalam lirik yang boleh dikata ‘ditulis dengan hati.’

Dayang yang menyanyi sejak usia dini, di masa kanak-kanak, disebut juga sebagai penerus Anita Serawak di jagad musik Malaysia, kendati ia hadir sebagai dirinya sendiri pada zaman yang berbeda.

Dayang Nurfaiza bicara dengan wartawan Malaysia | Budiey Channel

Perjalanan karir Dayang tak bisa dipisahkan dengan kejelian maestro musik terkenal Adnan Abu Hassan, yang melihat bakat dan potensinya sebagai penyanyi berkualitas. Adnan Abu Hassan lah orang pertama yang membawa Dayang masuk ke studio di bawah naungan Delima Records, pada 7 Mei 1999, saat terbit album pertamanya bertajuk namanya, Dayang Nurfaizah bergenre pop.

Musisi Adnan kemudian memandunya dalam jalur musik pop Melayu, lewat tembang bertajuk Hakikat Cinta yang pertama kali memperkenalkannya dengan peminat musik Melayu. Selepas itu, ia menerbitkan single bertajuk Rindu, namun kali ini tak memberinya popularitas. Lalu, Dayang meniti jalan lain ketika dipertemukan dengan penyanyi Ziana Zain lewat tembang karya Azalea bertajuk Pusaka Rimba yang melejitkan namanya pada tahun 2000.  Dengan karya-karya Azalea inilah, Dayang mencapai keberhasilan. Dia berjaya sebagai penyanyi ternama Malaysia.

Nama Dayang sempat ‘menghilang’ dalam blantika musik Malaysia, sampai Istana Budaya – Kuala Lumpur memberinya peluang untuk menggelar konser tiga malam bersama penyanyi Adibah Noor. Istana Budaya memilihnya dan Adibah dalam konser Putera Puteri – A Tribute to Past Composers, seperti P. Ramlee, SM Salim, Abu Kassim, Saiful Bahri, Achmad CB, Yusoff B, Jimmy Boyle, Osman Ahmad, Pak Lomak, dan Zubir Said.

Pada konser tersebut, sejumlah tembang Melayu Klasik yang abadi, termasuk tembang bertajuk Ibu, Seri Mersing, Seri Dewi Malam, Senjakala dan sejumlah lagu lain dengan iringan 60 pemusik, kembali mengarungi pikiran dan perasaan sejumlah peminat musik melayu. Boleh dikata, konser ini sebagai titik bangkit karir Dayang kemudian.

Dayang Nurfaiza membaca partitur lagu | screenshot YouTube

Kenyataannya memang demikian. Meski tidak sepopuler Sitti Nurhaliza, Dayang dan mesti berhadapan dengan penyanyi-penyanyi baru yang dihasilkan oleh berbagai lomba menyanyi dan pencarian bakat di televisi, Dayang tetap eksis dan terus merambah panggung musik di Malaysia.

Kini dengan perkembangan media sosial, terutama Instagram dan Youtube suara Dayang yang merdu sapat dinikmati di berbagai belahan dunia. Penggemarnya meluas pula di berbagai negara jiran, terutama di Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand Selatan, dan Filipina Selatan. Tentu di Sarawak dan Sabah.

Kini, di tengah zaman yang sedang terus berubah dengan multimedia, multi channel, dan multi platform, nampak Dayang mengolah formula untuk merawat eksistensinya. Keindahan, keunikan, dan kekuatan vokalnya, Dayang terus menjadi salah satu penyanyi Malaysia dekade 90-an yang mampu bertahan.

Ia, seolah sedang menapaki jalan karirnya sebagai telangkai rindu dengan sentiasa konsisten pada ikhtiar memelihara integritas dan identitas dirinya, seperti pesan dalam syair tembang Umpan Jinak di Air Tenang karya Ahmad Jais, yang sangat mendalam dan merasuk ke dalam perasaan penikmatnya, menawarkan kegembiraan :

Madah berbunga alun suara / Terdengar merdu hanya dendangan / Madah berbunga alun suara/ Terdengar merdu hanya dendangan

Wajah yang indah ditatap saja / Hati yang satu di gadai jangan/ Wajah yang indah ditatap saja/ Hati yang satu di gadai jangan

Jangan tergoda bintang di awan/ Kalau terbitnya di siang hari/ Jangan tergoda bintang di awan/ Kalau terbitnya di siang hari

Jinak merpati makan di tangan/ Jangan di kurung di sangkar hati/ Jinak merpati makan di tangan/ Jangan di kurung di sangkar hati

Seribu senyum seribu madah/ Mungkin di kuntum racun yang bisa/ Seribu senyum seribu madah/ Mungkin di kuntum racun yang bisa

Kalau terkorban jiwa merana/ Seribu sesal apa gunanya/ Kalau terkorban jiwa merana/ Seribu sesal apa gunanya

Merdu di dengar indah di pandang/ Awaslah umpan di air tenang/ Merdu di dengar indah di pandang/ Awaslah umpan di air tenang

Kasih dan budi bukan mainan/ Tergadai hati jiwa tebusan/ Kasih dan budi bukan mainan/ Tergadai hati jiwa tebusan //

 

Posted in ARTESTA.