Menari dan Berjogetlah

Dari sudut pandang medis, menari membantu mencegah penyakit Parkinson dan Alzheimer, membantu mengatasi diabetes, obesitas dan penyakit jantung. Menari, sangat anti-depresan. Karenanya, sejumlah psikolog dan dokter di sebagian besar kota menawarkan “terapi tari,” sebagai bagian dari cara  mempercepat pemulihan bagi mereka yang baru usai perawatan medis. Jadi? Menarilah dan berjogetlah secara proporsional dan terkendali.

Nota Bang Sèm

Acap mendengar musik melayu yang merasuk ke benak saya — sejak masa kanak-kanak — tubuh saya terusik untuk bergerak. Menari.

Allahyarham ayah selalu bersenandung lagu melayu, setiap kali kami duduk bersama  di beranda selepas isya.’ Di situ, tersedia kursi yang bagian bawah kanan dan kiri bisa berubah menjadi semacam ‘drum box.’

Sekali sekala, singgah Allahyarham Abdillah Harris (saya biasa panggil Om Harris) – pencipta lagu ‘Kudaku Lari Kencang,’ yang juga sutradara film Panji Tengkorak, sembang-sembang (ngobrol) lantas ikut mendendang lagu Melayu dari Radio Phillips dengan ‘mata kucing’ warna hijau.

Pada hari-hari tertentu, datang juga bertandang Allahyarham Husin Sanip dengan kawan-kawannya, bermain musik keroncong dan lagu Melayu. Lantas Almarhum menari Melayu bersama Inyak (Rozana) guru yang juga tetangga kami.

Pada waktu-waktu tertentu, istri pertama P. Ramlee, yang biasa kami panggil Tante Junaedah — puteri Daeng Harris yang lalu menikah dengan Om Harris — bergabung dan ikut berdendang.

Telinga saya karib dengan musik Melayu aneka genre, dari ghazal, damak, dondang sayang, ronggeng deli, gamat, dan lainnya yang sering disebut sebagai musik bandar. Suami salah seorang tante saya, pemain akordeon yang piawai di masanya. Saya jujga sering menyimak dan menikmati salah seorang pemain gendang (Bang Boim dan Umar Tamtam) dengan jemari lincah menghentak rebana, tamtam, chalte, kombo, pakpong, ketipung, tabla, dan darbuk.

Tarian sangat menuntut tubuh. Jiwa raga bergerak. Etika mengendalikan artistika dan estetika | dok. sem

Menari dan Berjoget

Inyak mengajari (saya dan kawan-kawan) menari serampang dua belas, mak inang, melemang, rentak bulian, zapin, tandak, dabus, canggung, seri langkat, joget, kuala deli, patah sembilan, dan lain-lain. Saya suka ikutan joget atau menari zapin dalam acara-acara pesta pernikahan keluarga. Sekadar ikut menyemarakkan.

Belakangan, acap menyaksikan kelompok musik melayu Serojacoustic beraksi panggung kecil salah satu resto di bekas kantor saya, saya suka ikut berjoget. Bekas ruang kerja saya dulu, kini menjadi arena joget Melayu pada malam-malam tertentu. Pun begitu, acap digelar musik Melayu — dari Melayu Fiesta sampai Jakarta Melayu Festival.

Kadang, tanpa tersadari jemari, tangan dan kaki saya bergerak mengikuti irama musik Melayu. Pernah, ketika menjadi narasumber temu bual (talkshow) di RTM (Radio Talivisyen Malaysia) bersama Tan Sri Johan Jaaffar dan Allahyarham Tarman Azzam, saat jeda ketika terdengar musik Melayu, saya langsung bergerak di kursi.

Kala mahasiswa, saya berteman dengan Endang Caturwati – mahasiswi Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bandung, kini Guru Besar Ilmu Seni Pertunjukan Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) – Bandung. Saya sering berbincang dengannya, mewawancarainya, dan menuliskan resensi pergelarannya, sambil ‘menimba’ ilmunya. Pun tentang dirinya dan pikiran-pikirannya.

Belakangan, bahkan acap berdiskusi dan berkolaborasi gagasan tentang beberapa karyanya, sambil mengulik konsep, proses dan eksekusi kreatif sejumlah karyanya. Termasuk relevansi tari dan seni pertunjukan dalam keseluruhan konteks kehidupan sosio budaya masyarakat.

Prod. Endang Caturwati – Guru Besar Ilmu Seni Pertunjukan ISBI Bandung – menari mengikuti gerak irama alam | dok. hapsari

Rentang Emosi

Saya mendalami berbagai penelitiannya untuk tesis dan disertasinya tentang ronggeng pesisir dan ronggeng gunung di Pasundan dan Tanah Jawa. Endang juga melibatkan saya dalam diskusi dalam proses kreatif beberapa karya mutakhirnya semasa pandemi nanomonster Covid-19.

Saya terusik dengan pandangan Jean-Marc Dupuis (Le besoin vital de danser, 2015), seorang dokter spesialis di Unit Ritmologi – Departemen Radiologi – Rumah Sehat Universitas Angers, Perancis. Menurutnya menari (termasuk berjoget) adalah keperluan alami manusia, seperti air dan makanan.

Dupuis menyatakan, dalam menghadapi sukacita yang luar biasa, hati kita seakan-akan mengembang sampai melapangkan dada kita. Kala itu, kita perlu bertepuk tangan, melompat, berbalik badan, bernyanyi, kita menari kegirangan!

Sebaliknya, ketika menghadapi kecemasan besar, kita membuat gerakan-gerakan lain: kita mengangkat tangan ke langit, kita menampar dahi kita, kita memegang kepala kita dengan kedua tangan, kita berlutut, kita menendang atau meninju, kita berteriak.

Tetapi, ungkap Dupuis, gerakan yang perlu kita lakukan sama beragamnya dengan rentang emosi kita: itulah sebabnya ada tarian cinta, tarian eksplosif, tarian persembahan, tarian pergaulan, dan bahkan secara tradisional, tarian militer dan tarian religius. Jika kita tidak pernah menari, menurutnya, efeknya pada diri kita adalah tubuh dan jiwa kita layu.

Joget, bagian dari keragaman tari Melayu. Keseimbangan nalar, rasa dan dria dalam rentak dan irama | dokpri

Batasan Hasrat

Menari adalah bagian dari dinamika interaksi sosial dan personal manusia, menari untuk hidup bersama, untuk cinta, ritual, namun tetap harus dalam kendali, sehingga fungsi tari dalam tata kehidupan tetap proporsional dan mempunyai nilai kemanfaatan yang lebih besar dibandingkan nilai mudaratnya.

Menari, berjoget, bajidoran, dan berbagai hal yang terkait tari pergaulan yang tak terkendali, eksplosi massal, dapat mengundang bencana.  Dupois mengamsalkannya pada beberapa even besar, seperti Rio Carnival, ketika eksplorasi irama samba bercampur dengan alkohol dan insomnia dalam hiruk pikuk tom-tom dan free-kick. Eksplorasi rasa meletup-letupkan emosi secara serta-merta menjadi histeria.

Menarilah dan berjogetlah secara proporsional, dan mesti jelas motivasinya. Menurut Caturwati, motivasi yang jelas dan batasan hasrat – minat, justru dapat menjadi terapi supaya jiwa dan raga tetap sehat dan segar.

Menurutnya, menari secara proporsional, memandu seseorang mengelola seluruh dimensi dirinya, baik dimensi luaran maupun kedalaman insaniahnya. Tubuh, nalar, nurani, rasa, terkelola dengan baik dalam keseimbangan. Termasuk panca indera yang berinteraksi dengan musik yang menyertai.

Itulah gerak keseimbangan. Saya sepaham dengan pandangan ini. Saya rasakan hal itu dalam tari Melayu atau jenis tari nusantara lain, mulai dari yang paling dalam mengolah rasa dalam gerak, seperti tari bedaya, tari rimbe, tari serimpi, pakarena, tari selendang, dan sejenisnya yang menempatkan etik sebagai pengendali artistik dan estetik. Atau sebaliknya, dalam ronggeng, joget, zapin, ketuk tilu, jaipong, atau bahkan hip-hop, tecktonik, dan sejenisnya sebagaimana sering terpublish lewat platform tik tok, yang menempatkan mengedepankan artistika dan estetika dalam bingkai etika.

Tari Bae-Bae berbasis budaya Melayu, Betawi, dan Timur Tengah. Ekspresi keserasian budaya | dok. sem

Mencegah Alzeimer

Saya memahami seruan, “Menarilah dan berjogetlah” dalam konteks keseimbangan ragawi bagi kalangan lansia yang cenderung memiliki kesempatan yang jauh lebih sedikit untuk menari daripada sebelumnya.

Karenanya, Dupois menyatakan, mereka — para lansia — harus memikirkan apa yang hilang dari diri mereka, dan mengambil alih untuk menemukan kembali aktivitas menari yang sehat dan penting ini. Termasuk menemukan kembali fungsi menari dan berjoget untuk mendorong pertemuan, pemulihan hubungan dan rekonsiliasi, sehingga tidak kehilangan sarana penting dan vital untuk mengekspresikan dan berbagi perasaan.

Tentu, mesti hidup pula kesadaran, bahwa tarian sangat menuntut tubuh. Hal ini, menurut Dupois, memerlukan kekuatan, koordinasi, presisi, dan keseimbangan, selain fleksibilitas dan keanggunan. Dikemukakannya, penari berdiri lebih baik. Mereka berjalan dengan langkah yang pasti dan waspada.

Dalam konteks kesehatan, menari melatih semua otot, melatih jantung, dan secara kuat merangsang keterampilan psikomotorik. Dupois menegaskan, menari secara teratur sampai usia lanjut merupakan cara guna mempertahankan bentuk fisik yang baik, sehingga menggabungkan hal yang berguna dengan hal yang menyenangkan. Dalam bahasa lain, menari bikin seseorang terlihat segar dan awet muda.

Dari sudut pandang medis, menari membantu mencegah penyakit Parkinson dan Alzheimer, membantu mengatasi diabetes, obesitas dan penyakit jantung. Menari, sangat anti-depresan. Karenanya, sejumlah psikolog dan dokter di sebagian besar kota menawarkan “terapi tari,” sebagai bagian dari cara  mempercepat pemulihan bagi mereka yang baru usai perawatan medis. Jadi? Menarilah dan berjogetlah secara proporsional dan terkendali. |

Foto Utama : Mektoub Bellydance

Posted in LITERA.