Puisi Puisi N. Syamsuddin Ch. Haesy

Ibu

(mengenang ibuku Hasyienna)

 

ibu adalah mata air yang tak pernah henti

mengalirkan cinta dan kasih sayang. setiap kata yang

mengalir dari celah bibirnya adalah tuah petunjuk arah

ke mana langkah mesti diayunkan. di jalan mana

kehidupan mesti ditelusuri. al mdrasat al ula.

 

ibu adalah mata air keikhlasan. tempat aku menimba

hakikah sabar dan ikhtiar, memaknai pencapaian.

aksara pada setiap kata-katanya  mengandung isyarat

yang menyimpan makna. memandu kefahaman dan kefasihan.

 

do’a-do’aku tak sebanding do’a-do’a ibu. tgerang-teranglah

barzahnya oleh cahaya tauhid. pangkal tarbiyah. pokok

kebajikan nan abadi. as sajarat ‘ilm yang terus kunikmati

buahnya.

 

(jakarta, 23.12.22 bagi haul ibuku 25.12.22)

 

Merindu Ibu

(kepada Hasyienna, ibuku)

 

pada rindu angin menderu

bahtera merapat menuju darat

usia memandu tiada ragu

hikmah didapat terbilang inayat

 

engkaulah ibu mulia pandu

menembus pepat cuaca pekat

cahaya kalbu suluh hidupku

alur tariqat nuju ma’rifat

 

bahtera melaju pantai tertuju

pedoman hakikat letak hidayat

engkaulah teraju suar nan satu

kokoh kuat menegak syariat

 

(jakarta, 25.12.22)

Patrem Shinta

(kepada EC)

malam tak kelam. rembulan mengintip di balik awan.

shinta menari di lantai pualam. mengusir dukana hati nan rawan.

patrem terjatuh di atas tilam. rahwana mengendap membawa cawan.

ooo.. shinta menari menghantar malam. jelang fajar rahwana tersuruk di pokok balam.

patrem tergolek di atas tilam. getah balam netes di cawan.

lenyaplah segala kelam. rahwana kejang terbekap sawan.

shinta menari di lantai pualam. patrem di jari menusuk awan.

hanoman tiba di ujung malam. bawa kabar rindu-rinduan.

fajar tiba usailah malam. datang rama pesona rupawan.

patrem diletak di atas tilam. hadir rama tunailah kerinduan.

pergilah pergi segala kelam. hati rama shinta lagi tertawan.

(bandung, 24.12.22)

 

Odé Kepada FMB

aku tak kan menangisimu, saudaraku

karena yang harus kulakukan

mengiringi kepulanganmu dengan do’a-do’a

air mata akan segera kering

meski berjuta kali aku menangis

padahal engkau adalah mata air

yang mengalirkan kesadaran tentang

simpati, empati, apresiasi, respek dan kasih sayang

seperti yang selalu tersimpan pada senyummu yang abadi

pada jabat erat dan genggaman tanganmu

yang senantiasa hangat

pada adab berhias akhlak

busana keseharianmu

aku tak kan menangisimu, saudaraku

karena yang harus kulakukan

membaca setiap helai catatan persahabatan dan persaudaraan

yang tak usai dituliskan

bahkan ketika engkau menemukan syahid

dalam kesendirian dan senyap

kala malaikat datang menjemput

membawamu melesat jauh ke hujung arasynya

air mataku tak kan punya makna

dibanding dengan makna di sebalik namamu

pesona persona seorang mursyidan atas baldan

pesona persona tak hilang dalam kenangan

kehangatan, kemesraan, dan keintiman seorang insan

pesona persona seorang pemimpin

owh.. rembulan sembunyi berganti taburan bintang di langit

kala jenazahmu diiringi tahlil, tahmid, dan salawat

dikembalikan ke bumi hamparan baldah

taman pemakaman insan para tokoh bangsa

namamu melengkapi nama-nama tokoh-tokoh bangsa

di tanah Jakarta, ibu dari segala ibu negeri

doa-doaku seperti doa-doa yang sering sama kita baca

seperti surah yang selalu kau baca dalam salat

ketika menjadi imam atau sendiri

aku tak akan menangisimu, saudaraku

personamu adalah ferial seorang mursyidan baldan

yang tak henti menyulam artistika, estetika, dan etika

di rimba politika yang kau maknai sebagai siyasah kebajikan

tersenyumlah senantiasa

di jalan panjang kehidupan kekal abadi

nikmatilah seluruh berkah amal saleh dan amal jariahmu

nikmatilah seluruh makna atas manfaat ilmumu

nikmatilah seluruh pahala atas kesahajaanmu

biar terus kueja pikiran-pikiran hanifmu

tentang hakikat silaturrahim nan sejati

tentang kejujuran yang dihidupkan harmoni

nalar, nurani, naluri, rasa dan dria

biar terus kubaca spirit asamu

tentang baldan maghfuuran, baldah thayyibah

allahummaghfirlahu, warhamhu, wa’afihi wa’fuanhu,

wa akrim nuzuulahu, wa wasik madhalahu

melangkahlah dalam panduan para malaikat

di selasar panjang setelah kau lewati gerbang husnul khatimah

insya Allah terang barzahmu

berhias kebajikan yang telah kau semai dan kau tanam

dengan keikhlasan seorang abid

 

[bandung, 2.12.22 : 22.00]

Dungu

 

Kita masih bermain-main dengan parit, riool, empang, dan waduk

Kita belum pandai bersahabat dengan air

Karena kita juga tak pernah pandai mencumbui tanah

Kita perkosa hutan dengan syahwat berlebih

Kita terlalu pongah

Kita terlalu angkuh kepada alam

Kita kuasai sains dan teknologi

Tidak untuk bersahabat dengan alam

Kita terlalu sibuk dengan diri kita sendiri

Kita menutupi kelemahan kita dengan cara berfikir yang keliru

Sungai meminta pohon-pohon kokoh dan rerimbun belukar,

kita kungkung dengan beton

Sungai memerlukan palung untuk menahan arus air

kala hujan lebat turun dengan deras

Yang kita berikan lempengan beton menghunjam ke dasarnya

di tengah kebodohan berkepanjangan

di antara kita sibuk memproduksi cerca dan cela

Kita tak pernah menyadari hakikah sungai

Kita hanya pandai melukisnya di kanvas fantasi yang menjebak

Mau sampai kapan kita dungu dan bebal?

Terbakar nafsu angkara yang menguasai diri

Kita terlalu pongah

Merasa daya kita melebihi daya alam

Padahal kita tersuruk dan terpelanting tak berdaya

kala banjir menerjang

kala longsor menimbun

kala lereng dan lembah menjadi kuburan massak

Kita terlalu pongah

padahal kita dungu

tak pernah pandai

membaca isyarat Tuhan

lewat mendung pekat

lewat hujan lebat

lewat banjir hebat

lewat gempa bumi dahsyat

lewat tsunami mengubah rahmat jadi laknat

kapan kita bertaubat

mencari jalan sungguh selamat

sebelum tiba kiamat

 

(jakarta,07.01.20)

Nota Kecil

(untuk cucuku Javier M. Fadhillah)

Vier, hidup adalah sajadah panjang, digelar para malaikat sejak kau dilahirkan hingga kelak kau kembali kepada-Nya.

Vier, hidup adalah simponi merangkum aneka nada dalam harmoni orkestra.

Vier, hidup adalah keberanian memberi makna atas kata dalam laku dan perangai.

Vier, hidup adalah keberanian menentukan di mana posisi kita berdiri dan kapan melangkah pergi, karena kita adalah subyek atas hidup itu sendiri.

Vier, hidup adalah hening di tengah kegaduhan, sunyi di tengah keramaian, ramai di tengah keheningan dan kesunyian.

Vier, kamu adalah dirimu sendiri, dan kelak tak siapapun bisa mengatur dirimu, dan tak sesiapapun boleh menentukan bagaimana kau mencumbu takdir dan mengubah nasib.

Vier, hidup adalah optimisme untuk mandiri. Kamu menentukan arah jalan hidupmu sendiri. |

(johor bahru, 11.04.2018)

Posted in LITERA.