Menurut Anies Rasyid Baswedan (2017), syair dan lirik lagu-lagu Melayu mengandung pilihan kata yang mencerminkan ketinggian cita rasa. “Membuat kita lebih halus, lebih bisa mengungkapkan rasa, dengan nuansa budaya dan adab yang sangat kuat,” ungkap Anies.Dalam konteks ke-Indonesia-an yang mencintai persatuan, lanjut Anies, penting sekali memberikan dukungan pada musik Melayu yang selalu menyampaikan pesan dengan pilihan diksi yang sangat halus. Sesuatu yang mencerminkan dimensi kedalaman manusia.
Catatan Sèm Haèsy
Jakarta Melayu Festival (JMF) 2022 – garapan Gita Cinta Production pimpinan Geisz Chalifah, setelah dua tahun absen, akan menampakkan lagi pesonanya di Pasar Seni Ancol, direncanakan 17 Agustus 2022.
Pergelaran JMF yang sudah dilakoni Geisz sejak 2011 tersebut, menemukan formatnya pada tahun 2014, ketika digelar di Teater Jakarta – Taman Ismail Marzuki, dan berkembang formulanya ketika digelar disajikan di pantai, dalam areal Ancol Big City.
Di sini juga, Geisz yang tak henti mengulik formula penyajian musik melayu, melakukan berbagai inovasi. Bersama para musisi melayu Serojacoustic (Tom Salmin, Butong Olala, Darmansyah, Ade, Farid, Arif, Aries, dan Budi Raharjo — yang tiap Selasa dan Kamis malam beraksi sebagai home band di Al Jazeera Signature –, dan conductor – composer Anwar Fauzi.
Sesuai dengan ideologi musikalnya, ‘Melayu menyatukan,’ Geisz bersama para koleganya tersebut melakukan berbagai olah kreasi dan reinvensi. Antara lain, menyajikan musik Melayu dalam konsep orkestrasi kamar (bigband) dan pergelaran musik ruang terbuka.

Gubernur Jakarta Raya Anies Rasyid Baswedan – salah seorang penggerak JMF – bersama para produser, musisi dan penyanyi dalam konferensi pers di Balai Kota | semHaesy
Geisz membuka ruang kolaborasi dengan Fahad Munif (musisi oud – gambus), Hendry Lamiri (violist), Rafly Kande, Fadly, Amigos Band, Maxi, Tengku Safick, Cockpit Band (musisi Rock), Daud Debu, Danny Lerman, dan Tonny Q. Rastafara.
Geisz dan kolega juga berkolaborasi dengan sejumlah penyanyi khas, seperti Uma Tobing, Nong Niken Astri, Sulis, Iyeth Bustami, Kiki Ameera, Febry, Takaeda, Shena Malsiana, Alfin Habib, Erie Suzan, Husein Alatas, Fika Fabiola, dan sejumlah penyanyi belia. Juga kelompok Tari Melayu Konsentra.
Reinvensi kreatif juga dilakukan Geisz dan para kolega dalam performa panggung dengan memadukan LED screen sebagai langkah awal merespon berbagai perkembangan cepat penyajian seni pertunjukan yang sudah beririsan dengan seni visual dalam platform media baru.
Sejak digelar pertama kali tahun 2011 dengan melibatkan sejumlah pecinta musik Melayu (Anies Rasyid Baswedan, Ferry Mursidan Baldan, Faisal Motik, Bursah Zarnubi, Sèm Haèsy, dan lain-lain), pergelaran JMF bagai rinonce beragam genre musik Melayu.

Darmansyah Ismail dan Nong Niken mendendangkan “Kutanam Selasih” pada JMF 2014 | semHaesy
Mulai dari genre musik tradisional Melayu asli seperti ronggeng, inang dan joget, dondang sayang, zapin, sampai ghazal yang dipadu padan dengan genre musik Gambus, Pop, Rock, Blues, Jazz, Latin, dan Reggae.
Sepanjang perjalanannya, JMF sudah membuktikan bahasa universal musik musik Melayu dangat kosmopolit dan memang menyatukan. Bahkan melampaui berbagai sekat etnik, bahkan bangsa. Geisz dan para musisi Melayu mampu mendudukkan musik Melayu sebagai musik khas, yang tak kehilangan cirinya. Terutama cengkok yang merupakan ekspresi nada melismatik yang diperpanjang.
Dalam konteks lagu, seperti dikemukakan Anies Rasyid Baswedan (yang kemudian menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Gubernur Jakarta Raya, pesona musik Melayu tertampak pada liriknya.
Lirik musik Melayu bersulam rupa dengan pantun, gurindam, biasanya diatur dalam bentuk puisi Melayu – yaitu, pantun, gurindam dan syair, yang meminjamkan bentuk ekspresi budaya Melayu yang beragam.

Henry Lamiri, Danny Lerman dan Daud Debu. Kolaborasi antara bangsa. Musik Melayu menyatukan, lewat tembang “Lancang Kuning.” | semHaesy
Menurut Anies Rasyid Baswedan (2017), syair dan lirik lagu-lagu Melayu mengandung pilihan kata yang mencerminkan ketinggian cita rasa. “Membuat kita lebih halus, lebih bisa mengungkapkan rasa, dengan nuansa budaya dan adab yang sangat kuat,” ungkap Anies.
Dalam konteks ke-Indonesia-an yang mencintai persatuan, lanjut Anies, penting sekali memberikan dukungan pada musik Melayu yang selalu menyampaikan pesan dengan pilihan diksi yang sangat halus. Sesuatu yang mencerminkan dimensi kedalaman manusia.
Bentuk-bentuk musik Melayu, menurut Assoc. Prof. Dr. Mohd Hasan Abdullah, dosen Fakultas Musik & Seni Pertunjukan Universitas Pendidikan Sultan Idris – Malaysia, tanpa henti mengalami reinvensi dan asimilasi, terutama berkaitan dengan eksperimen stilistika dan variasi komposisi. Berbagai budaya, termasuk musik Hindustan, Arab, Cina, Jawa, dan Portugis telah menyatu menjadi bentuk musik Melayu.
Menurutnya, karena konteks dan komunitas tertentu untuk konsumsi musik tradisional di Singapura dan Indonesia, ansambel musik Melayu sering kali tidak mengkhususkan pada satu genre atau gaya tertentu, melainkan merangkul berbagai genre.

Maya, Alvin Habib dan Errie Suzan pada Jakarta Melayu Festival 2017 | semHaesy
JMF dan berbagai praktisi musik Melayu lainnya, membuktikan analisis akademisi dan peneliti musik Melayu ini. Saya pernah mengatakan, JMF mengembalikan musik Melayu ke pantai, menjumpai khalayaknya.
Sejak awal abad ke-19, berbagai teks hermeneutika mencatat, nobat (orkestra musik Melayu untuk penobatan Raja) menjadi bagian dari dimensi artistika – estetika dan etika kesultanan di Nusantara, khasnya di Sumatera dan Semenanjung Melayu.
Pesona musik Melayu dalam komposisi nobat mengekspresikan idiom asli laggam, ketika melodi dinyanyikan berbarengan dengan biola sepanjang penampilan sebuah lagu.
Dalam genre musik ini, dalam kajian Hasan Abdullah, biola merupakan instrumen yang paling penting dan disertai dengan akordeon atau harmonium. Juga gong kenop, gendang, rebana ubi, seruling bambu seruling, gajah bodoh atau bass petik (yang kemudian berganti dengan gitar bass) dan kadang cello.
JMF bahkan memadu padan dalam keseimbangan harmoni genre musik Ronggeng, Inang dan Joget adalah genre musik yang secara tradisional mengiringi tarian pergaulan dan nyanyian pantun, dengan balasik, zapin, dan joget pergaulan.

Geisz Chalifah. Penggagas, promotor dan produser Jakarta Melayu Festifal | semhaesy
Genre dondang sayang pernah disajikan sangat apik oleh Nong Niken dan Darmansyah (JMF 2014) serta Alvin Habib dan Maya (2019) ketika mendendangkan Selasih, juga Febrina (JMF 2015) saat mendendangkan Patah Hati. Sayang lagu Patah Hati, yang sangat apik didendangkan Butong di berbagai tampilannya, tak pernah dia nyanyikan di pentas JMF.
JMF juga kerap menghadirkan beberapa lagu khas yang jenaka — seperti Apa Dah Jadi (Tan Sri SM Salim), yang didendangkan Darmansyah (JMF 2014) dan Pantun Janda (Ami Hadi Maqadam) yang didendangkan Amigos Band (JMF 2014).
Lagu-lagu jenaka semacam ini, seringkali merupakan penghiburan atas romansa, menyimpan nasihat di balik kejenakaan. Pada awal pergelaran JMF, lagu-lagu jenaka kerap hadir.
Akan halnya musik Melayu genre ghazal beberapa kali disajikan pada JMF 2011, 2012 dan 2015 dinyanyikan dalam kuatrain puitis berkait tema romans, termasuk dalam syair berbahasa Arab.
JMF menjadi panggung musik Melayu yang khas, karena tematika dalam setiap pergelarannya, yang bicara tentang keadilan, peran kaum muda, kemerdekaan, dan lainnya. JMF 2022 tentu akan menghadirkan sesuatu yang khas, setelah dua tahun jeda karena pandemi nano monster Covid-19. Kita jemput JMF 2022. |