Majelis Makan Malam Ajang Penampilan Seni Pertunjukan

Pemerintah memfasilitasi dan mengkatalisasi seniman seni pertunjukan, sastrawan dan budayawan. Antara lain dengan menggelar kegiatan tahunan Melaka Performing Arts Festival. Termasuk performa seni pertunjukan modern berbasis seni tradisi. Tak terkecualiseni peranakan (China, India, dan Eurasia). Majelis Makan Malam untuk menyambut tamu atau berbagai aktivitas nasional dan internasional yang digelar di kota ini, termasuk peristiwa budaya, seperti seminar, kongres, dan konvensi internasional. Khasnya dunia Islam dan Dunia Melayu.

Catatan Bang Sém dari Melaka

PETANG sedang merangkak, ketika kami bergerak menuju Melaka. Saya ditemani Razman dari Kantor Berita Bernama – Malaysia dan Amin Boyo dari Kantor Perdana Menteri Malaysia.

Meski sudah dikawal secara estafet oleh voorijder dari kepolisian Selangor, Seremban, dan Melaka untuk menyeruak kemacetan yang teruk, tetap saja tak bisa bergerak cepat.

Hari itu, Sabtu (29/5) adalah pekan terakhir bulan Syawal, ramai warga Kuala Lumpur balik kampung, terutama di Melaka dan Johor.

Beragam acara memang biasa digelar masyarakat di kampung halaman masing-masing.

Tradisi menyambut tamu dengan Majelis Makan Malam bersama Yang Dipertua Negeri Melaka, Tun Dr. Moh Ali Rustam yang digelar di A Famosa Resort terbabit dengan HAWANA 2022, agak bergeser waktunya.

Chairman Bernama, Senator Ras Diba Moh Radzi menyambut kami.

Para penari binaan Jabatan Kebudayaan Melaka menari payung | foto bangsem

Sesaat, saya melepas rindu dengan Tan Sri Johan Jaaffar, wartawan negara yang juga sastrawan, dramawan, aktor, penulis lakon, dan penulis kolom yang masih produktif hingga kini.

Mantan Chairman Media Prima Bhd yang membawahi TV3, The Staits Times, Berita Harian, HOT FM, dan beberapa perusahaan media, yang juga visiting professor di beberapa universiti, itu bertanya kabar. Maklum, sudah lebih dua tahun tak jumpa. Terhalang pandemi.

Tan Sri Johan Jaaffar yang sebelumnya pernah mengemban amanah sebagai Pemimpin Redaksi Utusan Melayu, Ketua Pengarah Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, yang berasal dari Sungai Balang – Johor, ini juga salah seorang inisiator dan pendiri ISWAMI (Ikatan Setiakawan Wartawan Malaysia – Indonesia). Ia juga terkenal karena acara ‘temu bual’ (talkshow) yang sangat ditunggu khalayak di saluran media pandang dengar Sinar dari grup Karangkraf.

Tak berapa lama, Yang Dipertua Negeri Melaka tiba, didampingi Menteri Komunikasi dan Multimedia, Tan Sri Anuar Musa.

Tarian persembahan menyambut tamu disajikan oleh Jabatan (Kantor) Kebudayaan Negeri Melaka, diiringi musik Melayu dengan petikan gambus dan suara merdu Fauziah Suhaili yang juga dijuluki Puteri Gambus Malaysia.

Fauziah memang pemetik gambus dan oud yang beken di jiran. Sekali sekala dia tampil dalam acara televisi Indonesia dan melakukan kerja kreatif virtual jam session dengan musisi Melayu Indonesia, seperti Butong.

Senator Ras Diba Moh Radzi, Tan Sri Johan Jaaffar dan penulis | dok.pri

Lantas, salah seorang ustadz dari Jabatan Mufti Negeri Melaka dipersilakan pemandu acara untuk membaca do’a. Kemudian Majelis Makan Malam dimulai.

Kami menyantap nasi lemak dengan beragam lauk pauk yang disediakan. Santapan khas Negeri Melaka yang sesuai dengan selera dan lidah.

Pergelaran tari persembahan disajikan, ganti berganti dengan lagu Melayu yang didendangkan langsung oleh Fauziah.

Atmosfer Melayu sangat terasa. “Ini yang saya suka, tradisi budaya Melayu sangat terjaga dan terpelihara,” bisik Munir, Direktur Pemberitaan Antara.

Malaysia, khasnya Negeri Melaka yang juga menjadi sentra Dunia Islam, Dunia Melayu memang sangat peduli dan memberi prioritas pada pengembangan seni tradisi dan budaya Melayu, meski tangkas beradaptasi dan berinteraksi dengan budaya modern. Bahkan dengan budaya post modernism dan post industrial society.

Seni tradisi berinteraksi dengan perkembangan sains dan teknologi. Pada masanya, sebagai negeri yang pernah dijajah Portugis, Belanda, dan Inggris dan memiliki hubungan dagang dengan Kerajaan Pajajaran dan berbagai Kerajaan Nusantara (yang sebenarnya) dan Kerajaan-kerajaan di Eropa, juga Tiongkok.

Tarian multi etnik | foto bang sem

Penulis Portugis Tom Pirés merekam secara khusus hubungan Melaka dengan Pajajaran dan Banten, bahkan sebelumnya dengan Srivijaya, menggambarkan Melaka selama masa dan pasca kolonial.

Tom Pires juga yang memberikan gambaran Melaka masa silam, sebagai salah satu titik pertemuan budaya budaya Melayu Tua, Eropa, dan Tiongkok. Ia menyebut, di bandar Melaka yang terletak di muara dan pesisir Selat Melaka dan berseberangan dengan Riau – Sumatera, ini terdapat ratusan bahasa.

Bisa dimaklumi dan dipahami, karena Melaka yang didirikan awal abad ke 14 – 15, ini memang merupakan melting pot beragam budaya dunia, yang dibawa para pedagang dari Arab, Persia, Eropa, India, Tiongkok, Asia Tenggara dan Asia Timur.

Sejak mula Melaka sudah menjadi pusat Kesultanan Melayu turun-temurun dan pusat perdagangan yang ramai dengan Cina. Portugis baru mendarat di sini pada tahun 1509, lalu menaklukannya pada tahun 1511.

Karena lokasinya yang ideal, oleh Portugis, Melaka dijadikan garda terdepan, sampai kemudian ditaklukan oleh Belanda, selepas tahun 1641 dengan melakukan pengepungan yang berkepanjangan.

Di bawah Kerajaan Belanda, yang menguasai sampai 1824, Melaka menurun perannya, menjadi pusat perdagangan dan transit ke pusat perdagangan Melayu dan Belanda yang baru di Johor dan Batavia (Jakarta) di pulau Jawa.

Setelah itu Belanda mempertukarkan Melaka dengan Jakarta dan Bengkulu dengan Inggris, yang kemudian memerintah Malaka sebagai bagian dari Permukiman Selat sampai tahun 1957, ketika Malaya (kemudian Malaysia) memperoleh kemerdekaan.  Jepun sempat menguasai Melaka selama terjadi Perang Dunia Kedua.

Fauzia dan tim musiknya | bang sem

Selepas masa itu, meski tak lagi berada dalam otoritas Kesultanan dan berada dalam Wilayah Persekutuan Malaya (kemudian Malaysia) kesadaran untuk menjadikan Melaka sebagai sentra peradaban Melayu dan Islam, kembali menguat.

Namun, Melaka sudah menjadi wilayah yang secara demografis merupakan bandaraya berbilang kaum. Multietnis dan membentuk masyarakat kosmopolit.

Pemerintahan Negeri Melaka kian gencar menggali, menguatkan dan mengembangkan budaya Melayu dengan menghidupkan tradisi sekaligus ekspresi artistik, estetik, dan etiknya. Perkembangan itu dapat dilihat di museum etnologi yang berlokasi di gedung bekas Stadhuis (pusat pemerintahan).

Pemerintah Negeri Melaka secara konsisten dan konsekuen, tanpa henti mengembangkan seni pertunjukan (tari, musik, dan teater) tradisi dan modern, sesuai komitmen budaya.

Terutama ketika Negeri Melaka ditabalkan sebagai kota sejarah sekaligus kota budaya dan bisnis destinasi wisata dan investasi.

Apa yang disajiklan para penari, serta Fauziah dan kawan-kawan adalah salah satu dari begitu banyak kelompok seni pertunjukan binaan Pejabat (Kantor) Kebudayaan Negeri Melaka.

Dekade awal 2000-an bersama Allahyarham Setia Hidayat — kala itu Sekretaris Daerah Jawa Barat, saya sempat memfasilitasi sajian seni Kacapi Suling dan Rumpaka Sangkakala Padjadjaran di kota ini. Antara lain di forum Seminar Internasional Dunia Islam Dunia Melayu.

Melaka dengan beragam agenda peristiwa internasional (baik berskala dunia maupun regional ASEAN) dan nasional adalah ruang bagi para seniman seni pertunjukan menyajikan karya kreatif mereka.

Di kota ini, para seniman seni pertunjukan bertukar pengalaman dan pengetahuan kreatif mereka. Melaka memang ajang kreativitas seni pertunjukan ||

 

 

Posted in ARTESTA.