Pesona Minangkabau sebagai salah satu wilayah budaya Nusantara Islami (bukan Islam Nusantara), nampak pada ragam masjid di wilayah ini.
Masjid Jamik Darussalam — sebagai masjid yang sejak mula dipergunakan untuk salat Jum’at — yang terletak di Nagari Koto Baru, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar, yang terletak di tepian jalan raya antara Bukit Tinggi – Padang Panjang, adalah salah satu penanda islam dan budaya tempatan menyatu sedemikian rupa.
Masjid menjadi karya arsitektural dengan ruh ke-Islam-an yang menghidupkan keragaman budaya Nusantara. Berbeda dengan kebanyakan masjid dengan kubah Timur Tengah yang menyerupai bawang atau bengkuang, kubah masjid Darussalam berbentuk belah buah pinang atau pinang bakarek.
Gugus kubah dengan jendela khas masjid ini, dengan warna merah mata, lekas menarik perhatian siapa saja yang melihatnya. Pun dindingnya yang berhias aneka ukiran ragam hias dan kaligrafi khas Pandai Sikek, salah satu sentra artistika Minang yang terkenal dengan ukiran dan karya kriya lainnya, termasuk tenun dan sulaman. Posisi Masjid Jamik Darussalam yang berdekatan dengan pasar Koto Baru, ini memang tak jauh dari Pandai Sikek.
Pandai Sikek telah terkenal hingga ke mancanegara sebagai produsen karya artistik dan estetik tenun songket dengan motif khas, yang berbeda dengan motif tenun songket dari berbagai negeri, seperti Muara Penimbung (Sumatera Selatan) dan Batubara (Sumatera Utara), meskipun sama menggunakan benang emas.
Tenun songket Pandai Sikek juga dikenal dengan cita rasa yang mewah (glam) dan telah berkembang sejak tahun 1850, ketika para penenun mengubah orientasi produksi dari membuat tenun kain sehari-hari menjadi kain bercitarasa tinggi dan glamor.
Akan halnya ukiran kayu di interior dan eksterior masjid Darussalam, menggunakan motif ragam hias bersalur flora.
Meski terletak di tanah rendah, beberapa meter di bawah bahu jalan, warna dan bentuk serta komposisi kubah masjid ini, memang memantik rasa ingin tahu.

Masjid Darussalam – Koto Baru – X Koto – Tanah Datar dilihat dari jalan raya | bangsem
Dilihat dari jalan raya antara Bukit Tinggi – Padang Panjang, kubah masjid ini menawarkan estetika spiritual yang menyatu dengan alam, berlatar punggung Gunung Singgalang. Posisinya lebih rendah dibandingkan dengan punggung jalan raya. Dilengkapi dengan kolam ikan dan pusat kegiatan belajar masyarakat.
Namun, karena terletak di lahan yang rendah, masjid yang juga kerap dipergunakan untuk pengajian dan musabaqah tilawah al Qur’an ini, kerap tergenang banjir, bila musim penghujan tiba. Terutama, karena saluran drainase di tepian jalan raya Bukit Tinggi – Padang Panjang, itu memang tak cukup baik.
Dari informasi yang belum terkonfirmasi, diperkirakan masjid ini berusia lebih dari seabad dan mengalami rekabentuk kubah, dari semula berbentuk limas berjenjang khas Minang.
Empat kubah berbentuk pinang bakarek, ini mewakili empat sub suku awal yang berada di wilayah Koto Baru, masing-masing sub suku Koto, Pisang, Guci dan Sikumbang.
Koto Baru di Kecamatan X Koto sendiri, semula merupakan wilayah dalam kawedanaan Padang Panjang, kala kota ini menjadi ibukota Sumatera Tengah, selepas agresi militer Belanda, yang menguasai Kota Padang pada tahun 1947.
Koto Baru masuk ke dalam wilayah kewenangan Kabupaten Tanah Datar, mengacu pada Ketetapan Ketua PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia), pada tanggal 1 Januari 1950 tentang Pembagian Propinsi juga sekaligus ditetapkan pula pembagian Kabupaten dan Kota.
Enam tahun kemudian (23 Maret 1956), Padang Panjang dinyatakan sebagai kota kecil berpemerintahan otonom, yang kemudian naik statusnya, setara dengan kota dan kabupaten lain, sejak 1957 yang dipimpin seorang Walikota.
Bila Anda melintas antara Bukit Tinggi – Padang Panjang, atau sebaliknya, sebelum atau sesudah berkunjung ke Pandai Sikek, sempatkan salat di Masjid Darussalam – Koto Baru, nikmati rasa nyaman dan damai dengan interior artistik, termasuk mimbar dan tata letak mukenah ( untuk jama’ah perempuan ) yang tertata rapi. | delanova
[ Tulisan ini merupakan bagian dari Catatan Perjalanan JELAJAH SUMATERA sejumlah penggiat Jalan Sehat Jakarta ke Sumatera Barat, 26 Desember 2021 – 5 Januari 2022, yang digagas oleh Darul Siska, Sofhian Mile, Syarfi Hutauruk, Ferry Mursyidan Baldan, dan Tigor Sihite, dilengkapi dengan informasi dari berbagai sumber ]