Puisi Puisi Gus Nas [ HM Nasruddin Anshoriy Ch ]

PURNAMA NISFU SYA’BAN

Nisfu Sya’ban memanggil  namaku

Manusia lalai yang asyik bergelimang fatamorgana

Manusia pelupa yang memuja hiruk-pikuk dunia

 

Dalam album biru lembaran hidupku

Yang kutemukan hanya senda gurau dan bujuk rayu

Menumpuk remuk dan redam rongsok dunia

Memeluk alpa pada akhirat yang berkilau cahaya

 

Purnama Nisfu Sya’ban membangunkan lelap mimpiku

Menggugah denyut darahku dari bisu ruhaniku

 

Buku keberapa ini?

Usia yang dililit lalai dan tersia-sia

Hanya debu yang menyelimuti jejak sajakku

 

Kusimak kembali catatan cinta di album biru

Tapi yang kutemukan  hanya dosa yang membusuk di segala penjuru

Kepada siapa ampunan kuburu selain pada Rahman dan RahimMu?

 

Tuhanku

Pada maksiat yang sudah berkarat ini

Kucari alamat taubat untuk jalan kepulanganku

Rambu-rambu rindu pada kilau kasih rahmatMu

 

Nisfu Sya’ban memeluk erat ratap dukaku

Jadikan aku mempelai surgaMu

Menanti Ramadlan dengan cinta dan rindu

Secerah cahaya seribu bulan di akhir hayatku

 

Gus Nas Jogja, 28 Maret 2021

 

MATA LANGIT

 

Pada kerling Mata Langit kutemukan senja kelabu

Lima gunung yang memanjakan bola mata

Kini kupejamkan kenangan indah masa lalu itu tanpa sepatah kata

Dengan sepatah cinta

 

Mata Langit kembali menatap lumat penatku

Peziarah yatim piatu

Kafilah kata-kata yang berburu aksara di perpustakaan rindu

 

Mata Langit meneteskan air mata di langit biru

Aku berkaca-kaca memandang gerhana cinta kita berdua

Haruskah kau dan aku tetap membisu menyeberangi purnama?

 

Gus Nas Jogja, 23 Maret 2021

 

SULUK AIR MATA

 

Air berdzikir air bertakbir menjadi suluk air mataku

Dalam arus deras liur dan lendir kaum munafik yang membanjiri nestapa bangsa

Suluk air mataku meronta merayakan gelombang pasang di negeri ini

 

Wahai anak-anak bangsa yang sudah terlanjur basah oleh air mata

Dalam kepungan keluh dan kesah

Aku menyaksikan para politisi menepuk air di dulang dan menciprati wajahnya sendiri

 

Tataplah dengan seksama

Dalam banjir bandang dusta di seantero dunia

Aku menyaksikan wakil rakyat sibuk menjilat ludahnya sendiri

Melalaikan janji-janji kampanye dan sibuk merias topengnya sendiri

Daulat rakyat dan budi pekerti telah lama dikebiri

 

Ohoi!

Air mengalir dari gunung ke lembah

Mata air merawat kesuciannya tanpa pamrih lalu mengalir bersama gemericik dzikir pada ribuan anak-anak sungai

 

Lalu siapa yang mengotori anak-anak sungai itu dengan limbah dan fitnah?

Yang membanjiri kata-kata dengan dusta dan tipudaya?

 

Simaklah dengan seksama semua simalakama ini

Banjir air mata banjir fitnah banjir dusta mengepung segalanya

 

Ohoi!

Air madu kuseruput dengan mesra dari cangkir merah bekas bibirmu

Entah kenapa aku menjadi terpesona oleh cinta

Dengan puisi ini akan kuusap air mata bangsa

 

Gus Nas Jogja, 22 Maret 2021

Merayakan Hari Air se-Dunia 2021

 

GURINDAM RINDU

 

Gurindam rindu kunyalakan menjadi api dari gua gelap pertapaanku

Puisi demi puisi menjadi lidah cahaya

Syair dan seloka mengucap senyap menjelma nyala

 

Jika kata-kata adalah senjata pada perang angkara murka

Telah kufatwakan padamu tajamnya pena

Pada iman dan ilmu yang mengucap laku

 

Kupetik kembali rindu Amir Hamzah dalam galih gurindamku

Aksara demi aksara yang bertakbir sesudah memekik kata merdeka

 

Akulah nakhoda di kapal karam dunia

Yang melangitkan layar-layar cinta hingga bersandar di dermaga paling mesra akhirat sana

 

Gus Nas Jogja, 21 Maret 2021

 

SULUK SAMUDERA

 

Di tengah samudera ini hanya ada aku dan laut biru

Beri aku layar untuk melangitkan rinduku

Beri aku nalar untuk mencerahkan jalan kepulanganku

 

Tuliskan aku sebait puisi pada tepian waktu

Keindahan yang membumi dalam sisa nafasku

 

Tuhanku

Di tengah samudera ini hanya ada iman dan cinta yang terus membara

Melangit membumi secemerlang keabadian sukma

 

Ulurkan tangan kebesaranMu dan raihlan rinduku yang tak seberapa

Lalu lenyapkan aku di kedalaman samudera cinta yang terus menggelegak dan menggelora

 

Gus Nas Jogja, 20 Maret 2021

SULUK SURYA RAJA

 

Kepada air dan api

Di haribaan langit dan bumi

Kunyalakan suluh rahasia ini pada bait-bait puisi

 

Purna Linanging Pandhita Pandya

Itulah bunyi sengkalan wigati yang tertulis di kitab tua ini

 

Amma Bakdu

 

Inilah Suluk Surya Raja

Suara sunyi yang bertahun-tahun lamanya bersemadi di rongga dada

Dalam gua pertapaan yang sinengker di rimba doa

 

Suluk Surya Raja berkisah tentang resah pada marwah sejarah

Saat matahari kembar membakar langit dan tahta berdarah biru

Ketika dua raja berebut keris dan tombak setajam sembilu

 

Kutulis kembali Suluk Sakti ini sebagai Sesanti

Manakala Samiaji hanya mimpi siang hari

Dan hidangan sesaji telah basi kehilangan makna dan arti kenduri

 

Dari Prabajeksa suara gaib itu berbisik padaku

Kamar rahasia yang menyimpan kawruh sejati dalam ribuan bait puisiku

 

Kini kubaca kembali Sabdatama itu

Mantra para Raja yang menyatukan langit dan bumi

Meremukkan ombak dan batu karang di lautan hatiku sendiri

 

Kusebut ia dengan doa galih cendana

Pada harum bunga Puja Kusuma dalam cawan suciku

 

Amma Bakdu!

 

Surya Raja yang lama bersemadi itu kini telah kawedar kembali

Zaman Kalabendu dan Pandemi membuka Kotak Pandora di negeri ini

 

Para winasis menyebut Brubuh

Para waskita menamai Kurusetra

Bukankah magma di puncak Merapi sudah mengucap fatwa?

 

Gus Nas Jogja, 14 Maret 2021

 

MI’RAJ

 

Menapaki jalan mendaki membelah sunyi

Kuikrarkan takbir segala rindu ini hanya padaMu

 

Hidup hanyalah sujud

Detak dan detik denyut darah

Kujumlah degub jantungku hanya untuk menyembah

Maha Suci duhai Sang Maha Puisi

Yang memperjalankan kata-kata hingga di Kerajaan Surga

Yang memetik makna pada taman bunga Sidratil Muntaha

 

Betapa puisinya hidup ini

Sembahyang rindu lima waktu

Persembahan cinta kepada Sang Maha Cinta

Adakah yang lebih puisi dari Attahiyat penuh kemesraan ini?

 

Embun yang menetes di relung jantung

Kini menetas menjadi Cahaya

Perjalanan malam dalam sekedipan mata

 

Inikah altar Mustawan yang penuh rahasia itu?

Singgasana Tuhan di Kerajaan Langit yang menyilaukan itu?

 

Maha Suci duhai Sang Maha Cinta

Telah kuterima ijab semesta puisi ini dalam sukacita batinku

Dengan menatap wajahMu

Ijinkanlah aku menunaikan malam pertamaku dengan tahmid menggebu

 

Gus Nas Jogja, 11 Maret 2021

 

PERJALANAN MALAM

 

Perjalanan malam mengantarku ke rimba keabadian

Terbentang di hadapanku gugusan sabana

Tamansari Nur Muhammad menyilaukan sukma

 

Rajab kali ini membuka hijab rinduku

Tahun dukacita yang membuka cakrawala

Tahun kepedihan yang menyembuhkan perih masa lalu dan pedih masa depan

 

Menziarahi jejak Nur Muhammad di keabadian

Kutemukan kilau cahaya di hutan kegelapan

Puing-puing berhala berserakan di dalam dada

Mataku merah mengucurkan darah

 

Rajab kali ini membuka hijab cintaku

Kutemukan kekasih baru di antara reruntuhan rindu

Nur Muhammad menyembuhkan segala luka di masa lalu

Mengobati nyeri di relung kalbu dengan air wudlu dan sembahyang di sepanjang rindu

 

Kejelajahi jejak kaki Isra dengan kesucian ruang dan waktu

Perjalanan malam berliku-liku dalam labirin makrifatku

 

Dengan bekal rindu kukemasi nestapa

Dari Masijid Haram aku merangkak menuju Masjidil Aqsa

 

Padang pasir menderu

Sahara membara membakar rinduku

Inikah perjamuan cinta di malam pertama yang menggetarkan itu?

 

Setelah kehilangan orang-orang tercinta di sekelilingku

Kutemukan Nur Muhammad di pelupuk sukmaku

 

Kini sampailah aku di Masjidil Aqsa

Pada mihrab purba ini akan kutunaikan renta rakaatku

Akankah Mikraj memanggilku di sepertiga malam yang mencahayai semesta kalbu?

 

Gus Nas Jogja, 10 Maret 2021

Posted in LITERA.