PURNAMA NISFU SYA’BAN
Nisfu Sya’ban memanggil namaku
Manusia lalai yang asyik bergelimang fatamorgana
Manusia pelupa yang memuja hiruk-pikuk dunia
Dalam album biru lembaran hidupku
Yang kutemukan hanya senda gurau dan bujuk rayu
Menumpuk remuk dan redam rongsok dunia
Memeluk alpa pada akhirat yang berkilau cahaya
Purnama Nisfu Sya’ban membangunkan lelap mimpiku
Menggugah denyut darahku dari bisu ruhaniku
Buku keberapa ini?
Usia yang dililit lalai dan tersia-sia
Hanya debu yang menyelimuti jejak sajakku
Kusimak kembali catatan cinta di album biru
Tapi yang kutemukan hanya dosa yang membusuk di segala penjuru
Kepada siapa ampunan kuburu selain pada Rahman dan RahimMu?
Tuhanku
Pada maksiat yang sudah berkarat ini
Kucari alamat taubat untuk jalan kepulanganku
Rambu-rambu rindu pada kilau kasih rahmatMu
Nisfu Sya’ban memeluk erat ratap dukaku
Jadikan aku mempelai surgaMu
Menanti Ramadlan dengan cinta dan rindu
Secerah cahaya seribu bulan di akhir hayatku
Gus Nas Jogja, 28 Maret 2021
MATA LANGIT
Pada kerling Mata Langit kutemukan senja kelabu
Lima gunung yang memanjakan bola mata
Kini kupejamkan kenangan indah masa lalu itu tanpa sepatah kata
Dengan sepatah cinta
Mata Langit kembali menatap lumat penatku
Peziarah yatim piatu
Kafilah kata-kata yang berburu aksara di perpustakaan rindu
Mata Langit meneteskan air mata di langit biru
Aku berkaca-kaca memandang gerhana cinta kita berdua
Haruskah kau dan aku tetap membisu menyeberangi purnama?
Gus Nas Jogja, 23 Maret 2021
SULUK AIR MATA
Air berdzikir air bertakbir menjadi suluk air mataku
Dalam arus deras liur dan lendir kaum munafik yang membanjiri nestapa bangsa
Suluk air mataku meronta merayakan gelombang pasang di negeri ini
Wahai anak-anak bangsa yang sudah terlanjur basah oleh air mata
Dalam kepungan keluh dan kesah
Aku menyaksikan para politisi menepuk air di dulang dan menciprati wajahnya sendiri
Tataplah dengan seksama
Dalam banjir bandang dusta di seantero dunia
Aku menyaksikan wakil rakyat sibuk menjilat ludahnya sendiri
Melalaikan janji-janji kampanye dan sibuk merias topengnya sendiri
Daulat rakyat dan budi pekerti telah lama dikebiri
Ohoi!
Air mengalir dari gunung ke lembah
Mata air merawat kesuciannya tanpa pamrih lalu mengalir bersama gemericik dzikir pada ribuan anak-anak sungai
Lalu siapa yang mengotori anak-anak sungai itu dengan limbah dan fitnah?
Yang membanjiri kata-kata dengan dusta dan tipudaya?
Simaklah dengan seksama semua simalakama ini
Banjir air mata banjir fitnah banjir dusta mengepung segalanya
Ohoi!
Air madu kuseruput dengan mesra dari cangkir merah bekas bibirmu
Entah kenapa aku menjadi terpesona oleh cinta
Dengan puisi ini akan kuusap air mata bangsa
Gus Nas Jogja, 22 Maret 2021
Merayakan Hari Air se-Dunia 2021
GURINDAM RINDU
Gurindam rindu kunyalakan menjadi api dari gua gelap pertapaanku
Puisi demi puisi menjadi lidah cahaya
Syair dan seloka mengucap senyap menjelma nyala
Jika kata-kata adalah senjata pada perang angkara murka
Telah kufatwakan padamu tajamnya pena
Pada iman dan ilmu yang mengucap laku
Kupetik kembali rindu Amir Hamzah dalam galih gurindamku
Aksara demi aksara yang bertakbir sesudah memekik kata merdeka
Akulah nakhoda di kapal karam dunia
Yang melangitkan layar-layar cinta hingga bersandar di dermaga paling mesra akhirat sana
Gus Nas Jogja, 21 Maret 2021
SULUK SAMUDERA
Di tengah samudera ini hanya ada aku dan laut biru
Beri aku layar untuk melangitkan rinduku
Beri aku nalar untuk mencerahkan jalan kepulanganku
Tuliskan aku sebait puisi pada tepian waktu
Keindahan yang membumi dalam sisa nafasku
Tuhanku
Di tengah samudera ini hanya ada iman dan cinta yang terus membara
Melangit membumi secemerlang keabadian sukma
Ulurkan tangan kebesaranMu dan raihlan rinduku yang tak seberapa
Lalu lenyapkan aku di kedalaman samudera cinta yang terus menggelegak dan menggelora
Gus Nas Jogja, 20 Maret 2021
SULUK SURYA RAJA
Kepada air dan api
Di haribaan langit dan bumi
Kunyalakan suluh rahasia ini pada bait-bait puisi
Purna Linanging Pandhita Pandya
Itulah bunyi sengkalan wigati yang tertulis di kitab tua ini
Amma Bakdu
Inilah Suluk Surya Raja
Suara sunyi yang bertahun-tahun lamanya bersemadi di rongga dada
Dalam gua pertapaan yang sinengker di rimba doa
Suluk Surya Raja berkisah tentang resah pada marwah sejarah
Saat matahari kembar membakar langit dan tahta berdarah biru
Ketika dua raja berebut keris dan tombak setajam sembilu
Kutulis kembali Suluk Sakti ini sebagai Sesanti
Manakala Samiaji hanya mimpi siang hari
Dan hidangan sesaji telah basi kehilangan makna dan arti kenduri
Dari Prabajeksa suara gaib itu berbisik padaku
Kamar rahasia yang menyimpan kawruh sejati dalam ribuan bait puisiku
Kini kubaca kembali Sabdatama itu
Mantra para Raja yang menyatukan langit dan bumi
Meremukkan ombak dan batu karang di lautan hatiku sendiri
Kusebut ia dengan doa galih cendana
Pada harum bunga Puja Kusuma dalam cawan suciku
Amma Bakdu!
Surya Raja yang lama bersemadi itu kini telah kawedar kembali
Zaman Kalabendu dan Pandemi membuka Kotak Pandora di negeri ini
Para winasis menyebut Brubuh
Para waskita menamai Kurusetra
Bukankah magma di puncak Merapi sudah mengucap fatwa?
Gus Nas Jogja, 14 Maret 2021
MI’RAJ
Menapaki jalan mendaki membelah sunyi
Kuikrarkan takbir segala rindu ini hanya padaMu
Hidup hanyalah sujud
Detak dan detik denyut darah
Kujumlah degub jantungku hanya untuk menyembah
Maha Suci duhai Sang Maha Puisi
Yang memperjalankan kata-kata hingga di Kerajaan Surga
Yang memetik makna pada taman bunga Sidratil Muntaha
Betapa puisinya hidup ini
Sembahyang rindu lima waktu
Persembahan cinta kepada Sang Maha Cinta
Adakah yang lebih puisi dari Attahiyat penuh kemesraan ini?
Embun yang menetes di relung jantung
Kini menetas menjadi Cahaya
Perjalanan malam dalam sekedipan mata
Inikah altar Mustawan yang penuh rahasia itu?
Singgasana Tuhan di Kerajaan Langit yang menyilaukan itu?
Maha Suci duhai Sang Maha Cinta
Telah kuterima ijab semesta puisi ini dalam sukacita batinku
Dengan menatap wajahMu
Ijinkanlah aku menunaikan malam pertamaku dengan tahmid menggebu
Gus Nas Jogja, 11 Maret 2021
PERJALANAN MALAM
Perjalanan malam mengantarku ke rimba keabadian
Terbentang di hadapanku gugusan sabana
Tamansari Nur Muhammad menyilaukan sukma
Rajab kali ini membuka hijab rinduku
Tahun dukacita yang membuka cakrawala
Tahun kepedihan yang menyembuhkan perih masa lalu dan pedih masa depan
Menziarahi jejak Nur Muhammad di keabadian
Kutemukan kilau cahaya di hutan kegelapan
Puing-puing berhala berserakan di dalam dada
Mataku merah mengucurkan darah
Rajab kali ini membuka hijab cintaku
Kutemukan kekasih baru di antara reruntuhan rindu
Nur Muhammad menyembuhkan segala luka di masa lalu
Mengobati nyeri di relung kalbu dengan air wudlu dan sembahyang di sepanjang rindu
Kejelajahi jejak kaki Isra dengan kesucian ruang dan waktu
Perjalanan malam berliku-liku dalam labirin makrifatku
Dengan bekal rindu kukemasi nestapa
Dari Masijid Haram aku merangkak menuju Masjidil Aqsa
Padang pasir menderu
Sahara membara membakar rinduku
Inikah perjamuan cinta di malam pertama yang menggetarkan itu?
Setelah kehilangan orang-orang tercinta di sekelilingku
Kutemukan Nur Muhammad di pelupuk sukmaku
Kini sampailah aku di Masjidil Aqsa
Pada mihrab purba ini akan kutunaikan renta rakaatku
Akankah Mikraj memanggilku di sepertiga malam yang mencahayai semesta kalbu?
Gus Nas Jogja, 10 Maret 2021