Panggil Aku Ibu

Mini Monolog Sem Haesy

SENJA baru saja rebah. Angin gunung turun merambat. Dingin mendekap gelap, memeluk tubuh lelahku.

Bayangkanlah aku ibumu… Ya.. Ibumu… Ibu yang melahirkanmu. Ibu yang menyusuimu berbulan-bulan. Ibu yang menuntunmu kala belajar berjalan. Ibu yang selalu mengangkatmu kala terjatuh. Ibu yang selalu ada di sampingmu, kala kau demam. Ibu yang tak pernah jauh ketika sedih datang menghampiri. Ibu yang selalu menggodamu, kala kamu sedang dirundung lara. Ibu yang tak pernah berhenti mengangkat kedua tangan, berdo’a kepada Allah untuk sukses dan kemuliaanmu.

Panggil aku Ibu.. Ya.. Ibu.. Seorang perempuan paruh baya dengan tubuh ringkih, yang kini sendiri di rumah sunyi, karena kalian.. Anak-anakku, telah lama pergi jauh meninggalkanku.. Karena kalian harus menjalani kehidupan masing-masing yang tak pernah bisa kubayangkan.

Di sini.. Di rumah berpeluk dingin, hanya ada aku.., ibumu.. Sendiri. Tak ada siapa-siapa lagi di rumah ini. Sudah beberapa hari aku duduk mencangkung, memeluk sendi dengkulku yang sakit. Aku tak lagi bisa berjalan, meski hanya ke beranda.. Tempat kalian dulu berbincang tentang sukacita, sambil meyakinkanku,.. Bahwa kalian adalah orang-orang muda. Insan akademis. Pencipta. Pengabdi yang bernafaskan Islam, serta bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah Subhanahu wa Taala. Insan idaman..

Ohhh… Saat ini, aku hanya bisa duduk dan terus duduk di sini. Pikiranku jauh menerawang mengunjungi kalian entah di mana. Mungkin kalian sedang bersukacita, melepas tawa dan canda, sambil mendendangkan lagu-lagu yang membuatmu terpancing untuk menggerakkan kaki… Berjoget sukaria.. Aku membayangkan semua itu hanya sambil duduk atau merebahkan diri..

Ohhh… Demam itu datang lagi mendekapku.. Tubuhku menggigil.. Kalian tak akan pernah mendengar bagaimana ringkihnya batukku.. Batuk perempuan tua yang hanya sendiri…, ditinggal jauh anak-anaknya.. Batuk perempuan tua yang tak akan pernah didengar oleh telinga anak-anak yang dikasihinya. Uhk… Uhk.. Uhk… Batuk yang tak berkesudahan…

Anak-anakku… Pejamkanlah sesaat mata kalian.. Kunjungilah aku dalam bayangmu.., sehingga kalian seolah berada di hadapanku.. Memeluk erat tubuhku.. Mengelus-elus punggungku.. Mendekap dan menghangatkan tubuhku, sehingga demam yang kuderita ini perlahan pergi..

Bila pun kalian tak bisa merasakan apa yang sedang kurasakan kini…, coba bayangkan bagaimana suaraku memanggil-manggil namamu..

Jamilaaah.. Di mana kamu…, sedang apa kamu? Tidakkah kau rindu padaku, lalu datang kepadaku dengan suamimu, imammu? Kabarkan kepadaku tentang caramu memandu siapanya mengikat perjanjiandi jalan peradaban sesuai dengan cita dan cintaku.

Diah… Sedang bagaimanakah kamu? Ceritakan padaku beragam buncahan fikir di benakmu.., beragam hasrat hidup yang sedang bergejolak di dalam sukmamu.. Utarakan padaku, bagaimana pikiranmu selalu mengembara jauh menemukan pijakan yang kokoh bagi kakimu?

Kasma… Apa kabarmu nak? Sudah terlalu lama kamu tidak bercerita tentang sukacita yang sering kau tunda.. Tapi aku merasakan bagaimana bulir airmatamu menetes di sunyi malam.. Di hening kesendirian.., sebelum suamimu tiba mengetuk pintu rumahmu.. Ketika keikhlasan dan keridhaan kau letakkan di pinggan zaman.

Hamim? Aku dan ayahmu memberi kau nama Ha Mim…., supaya kamu selalu mampu menyibak misteri impian dan angan yang selalu kau buru.. Memberi makna atas senyum yang selalu kau tahan…., dan baru kau lepaskan ketika kau peluk anakmu…, cucuku..

Olla…. Bagaimana kesibukanmu kini? Masihkah kau menyeruak di antara lembaran-lembaran gugatan dan pembelaan atas setiap persoalan hukum yang sedang menghampiri klienmu? Lalu menyeruak di antara pasal-pasal kitab undang-undang, mengungkap apa yang tersirat dan tersurat dari setiap aturan perundang-undangan? Akankah kini kau sedang bergumul dengan tantangan baru menguak beragam pengetahuan yang tak pernah kau pelajari sebelumnya. Kunjungilah aku sekarang… Ayo.. Kunjungi aku nak…, bagi sedikit saja hakikat keadilan untuk ibumu..

Bung Karmiiiiin…. Mengapa kamu masih saja duduk meromok.., membayangkan hari-hari kemarinmu kala mahasiswa.. Bagaimana nasib buruh yang selalu kau perjuangkan.. Bagaimana pula kabar cucu-cucuku? Ingin rasanya kau kunjungi ibu sekarang… Ya sekarang….., sambil membawa kabar tentang rencana pernikahan puterimu…, cucuku..

Hanifah… Puteriku.. Bayangkanlah kini aku sedang melambaikan tangan, memanggil-manggil kamu.. Lihat.. Lihat bagaimana wajahku berseri… Lihat..lihat, bagaimana senyum harapku… Lihat.. Lihat, bagaimana tatap pandangku.., tatap pandang kerinduan seorang ibu kepada puteri yang selalu dibanggakannya..

Anak-anakku… Tidakkah kalian rindu kepadaku? Tidak pantas lagikah, aku… Ibumu…, mendapat kerinduanmu? Masih pentingkah aku sebagai ibumu, sehingga kini…, terbiarkan sendiri…, terbaring di peraduan sunyi… Menggigil dalam demam, karena seluruh sendi dan belulangku terasa linu berketerusan..

Kunjungilah aku nak.. Kunjungi aku, meski hanya dalam bayangan fantasimu.. Aku kangen pada kalian.., aku ingin kalian ada bersamaku.., di sini…, di peraduan sunyi di dalam rumah hening, yang telah lama kalian tinggalkan..

Angin gunung merambat… Perlahan… Menyapu wajah tuaku.. Wajah seorang ibu yang tak pernah henti merindukan anak-anaknya.., meski dalam sendiri.. Sendiri… Di rumah hening, berteman sepi..

Tiba-tiba.., aku terpisah dari kalian. Sosokku lenyap dari benak kalian. Menghilang dari ingatan kalian.. Terhempas dari kerinduan kalian.. Aku sendiri… Kembali sendiri… Ahhh… Uhk.. Uhk.. Uhk.. Ohhhh…. Aaaah… Aaaaaaaaaaaaa…… Allah… Jangan dulu jemput aku sekarang… Aku masih merindukan anak-anakku.. Anak-anak yang bergerak di tengah bangsanya.. Lalu diam tak ambil peduli… Ketika seseorang datang kepadaku… Menggendong aku… Dan melemparkan aku ke lembah negeri yang perlahan sedang meninggalkan kemuliaannya…

Panggil aku Ibu.. Perempuan renta…., yang tak akan pernah kalian jumpai lagi, meski hanya dalam angan kalian… |

Posted in LITERA.