Ketua Akademi Jakarta Ajak Cari Solusi Nasib Planetarium Jakarta

Akademi Jakarta juga merekomendasikan, agar Pemerintah DKI Jakarta, memastikan pengelolaan Planetarium & Observatorium Jakarta sebagai entitas ilmu pengetahuan dilaksanakan oleh lembaga yang terkait langsung, yaitu Dinas Pendidikan; Memastikan penganggaran bagi pengadaan, pemeliharaan, dan perbaikan fasilitas Planetarium & Observatorium Jakarta seperti proyektor, teleskop, ruang pameran, dan lain-lain.

Ketua Akademi Jakarta, Seno Gumira Ajidarma mengajak berbagai kalangan untuk bersinergi mencari jalan keluar menyelamatkan dan menghidupkan kembali Planetarium dan Observatorium Jakarta, yang terletak di kawasan Pusat Kesenian Jakarta – Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini – Jakarta.

Pernyataan tersebut dikemukakan Seno saat menyampaikan pengantar diskusi publik bertajuk, “Planetarium dan Observatorium Jakarta: Garda Depan Pemajuan Kebudayaan via Ilmu” di Teater Wahyu Sihombing – TIM, Sabtu (5/11/22).  Dalam diskusi tersebut juga mengemuka pandangan, agar papan nama Planetarium & Observatorium Jakarta dipasang, supaya pengunjung tidak tersasar.

Semula, diskusi publik tersebut direncanakan pelaksanaannya di Teater Bintang Planetarium Jakarta. Namun, karena kondisinya yang agak pengap, akhirnya dipindahkan ke Teater Wahyu Sihombing.

Diskusi publik tersebut menghadiran pembicara Satryo Soemantri Brodjonegoro – Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Premana W Premadi – Kepala Observatorium Boscha FMIPA ITB, Iwan Henry Wardhana – Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Muhammad Rezky – Anggota Himpunan Astronomi Amatir Jakarta, dipandu Karlina Supeli – astronom dan dosen filsafat STF Driyarkarya yang juga anggota Akademi Jakarta.

Sebelumnya dalam konferensi pers, Seno mengemukakan, sains tak bisa dipisahkan dengan seni budaya dalam keseluruhan konteks kebudayaan. Karena itu, keberadaan Planetarium dan Observatorium Jakarta dalam lingkungan PKJ TIM sangat penting. Akademi Jakarta memberikan perhatian khas terhadap keberadaan Planetarium dan Observatorium Jakarta, karena keberadaannya menjadi ciri khas PKJ TIM sebagai ekosistem kebudayaan yang selaras antara seni, sains, teknologi, dan ekologi.

Sebagai lembaga independen dan non-struktural dibidang kebudayaan, Akademi Jakarta (AJ) memandang Planetarium dan Observatorium Jakartaamatpenting sebagai ciri kota besar yang penduduknya cerdas, berpengetahuan luas,berbudayatinggi.

Ketua Akademi Jakarta, Seno Gumira Ajidarma. “Mengembalikan bubur menjadi nasi..” | foto bangsem

Mengembalikan Bubur Menjadi Nasi Kembali

AJ berpandangan, Planetarium menjadi ruang belajar publik yang dibanggakan dengan lokasi yang mudah dijangkau dan berdekatan dengan unit-unit pemaju kebudayaan lain seperti museum, galeri, gedung pertunjukan seni, perpustakaan, taman, dan lain sebagainya.

Namun, ungkap Seno, kondisi Planetarium dan Observatorium Jakarta kian memburuk. Revitalisasi TIM justru mendevitalisasi peran dan fungsinya.  Dalam dua dekade terakhir, pengelolaan Planetarium dan Observatorium Jakarta luput dari perhatian yang semestinya. Dukungan bagi sumber daya manusia, program, dan perangkat teknisnya terus menyusut.

Banyak indikasi program revitalisasi Taman Ismail Marzuki tidak memperhitungkan Planetarium dan Observatorium Jakarta sebagai penyumbang pemajuan kebudayaan yang perlu didukung dengan serius. Alih-alih mengalami revitalisasi, terjadi penciutan fasilitas Planetarium dan Observatorium Jakarta dan ruang berkarya dan berkreasi bagi Sumber Daya Manusia-nya.

Menurut Seno, fungsi Planetarium & Observatorium Jakarta, ini tetiba tingga sepuluh sampai dua puluh persen saja. “Ya.. sudahlah.. di sini kan banyak orang pinter dan ahli, kita pikirkan dan cari jalan keluar saja, bagaimana mengembalikan ‘bubur’ menjadi ‘nasi’ lagi.

Menghadapi situasi itu, Akademi Jakarta telah mengadakan rangkaian diskusi yang intensif dengan perwakilan komunitas ilmiah di Indonesia, khususnya yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan tentang alam semesta, yang ditindaklanjuti dengan menyampaikan Rekomendasi AJ kepada Gubernur DKI Jakarta – Anies Baswedan pada tanggal 10 Oktober 2022 dan Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono tertanggal 19 Oktober 2022.

Secara historis, tiang pertama Planetarium dan Observatorium Jakarta dipancangkan pada tahun1964 oleh Presiden pertama Republik Indonesia,Ir.Soekarno,dengan prioritas tinggi sebagai langkah terobosan pendidikan untuk mendampingip endidikan formal.

Moderator Karlina Supeli (kiri) dan Pembicara Satryo Soemantri Brodjonegoro. Planetarium & Observatorium termarginalkan | foto bangsem

Tujuannya waktu itu adalah untuk memperkuat kemampuan berpikir rasional agar bangsa ini maju dan berkembang, terbebaskan dari takhayul yang telah menghalangi orang untuk mengerahkan ilmu, teknologi, dan seni sebagai nuansa berpikir luas dalam menghadapi berbagai permasalahan dunia.

Termarginalkan

Ketua AIPI – Satryo ‘tersesat’ saat masuk ke kawasan TIM dan tak segera melihat dome sebagai ciri Planetarium & Observatorium Jakarta. Ia menilai, posisi bangunan yang dikelilingi gedung tinggi, itu menandakan telah Planetarium & Observatorium Jakarta telah dimarginalkan. “Akan diapakan Planetarium dan Observatorium ini ke depan,” ungkapnya.

Satryo mengemukakan, “Bangsa yang maju mempunyai prinsip budaya ilmiah unggul. Negara yang maju itu dapat dilihat dari masyarakatnya dengan kebudayaan yang unggul, yang dikembangkan, sehingga mempunyai kekuatan tersendiri.Dan.. itu akan membawa dampak positif pada pembangunan, yang tidak dilihat hanya dari sisi ekonomi. Walaupun ekonomi mengalahkan segalanya dalam berbagai bidang.”

“Kita perlu mensinkronkan kebijakan berbasis ilmu pengetahuan,” lanjut Satryo. Lebih jauh, menjawab berbagai pertanyaan peserta diskusi, Satryo menyerukan perlu kesungguhan bersama mengembangkan literasi sains.

Pada bagian lain, Premana W Premadi yang biasa dipanggil Mbak Nana mengemukakan Planetarium & Observatorium diperlukan untuk menjembatani kesenjangan percepatan waktu dan sistem pendidikan, khususnya kurikulum, dalam pemajuan sains dan kebudayaan.

Dikemukakan juga, astronomi merupakan pintu masuk untuk mempelajari ilmu pengetahuan yang lain untuk mempelajari cara berpikir rasional, yang muncul konteks yang juga beragam. Hal ini juga terkait dengan menghidupkan rasa senang lebih dulu terhadap sains. Ia juga mengemukakan, kelak, senang terhadap sains bisa dimasukkan menjadi dalah satu indikator indeka kebahagiaan. “Bahagia itu bisa berkelanjutan,” ungkapnya kemudian.

Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana (kiri) dan Kepala Observatorium Boscha FMIPA ITB, Premana W Premadi | foto bangsem

Muhammad Rezky mengemukakan pengalamannya, bahwa dari Planetarium & Observatorium Jakarta dia dan kawan-kawan segenerasinya, menggali ilmu pengetahuan terdahulu, tentang kosmologi, juga mendapatkan inspirasi untuk mengembangkan diri dan melanjutkan studi melalui suasana yang interaktif dan hangat.

Planetarium & Observatorium Jakarta, menurut Rezky, merupakan tempat yang mewadahi semangat untuk belajar dan mengembangkan ilmu, dan menjadi ruang publik untuk diskusi ilmiah dan belajar bersama. Tak terkecuali tentang astronomi budaya dan agama. Dari sini, kemudian banyak pelajar dan mahasiswa yang mendapat medali dalam ajang olimpiade sains internasional.

Menyimak dan Merespon

Kepala Dinas Kebudayaan – Iwan mengemukakan, proses revitalisasi termasuk Planetarium & Observatorium Jakarta sudah berada dalam proses, ketika Dinas Kebudayaan dibentuk kembali, terlepas dari Dinas Pariwisata & Kebudayaan yang berubah menjadi Dinas Pariwisata & Ekonomi Kreatif.

Dia mengemukakan, begitu banyak konsiderans dan pemikiran dari para pemerhati Planetarium & Observatorium, serta Dinas Kebudayaan juga. “Kita memahami betul kehadiran Planetarium dan Observatorium dari sejarahnya sampai saat ini,” ungkap Iwan.

Iwan mengemukakan, pihaknya akan mendukung dan memfasilitasi apa saja usaha PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dalam hal pengelolaan TIM termasuk Planetarium & Observatorium Jakarta selama Pergub-nya masih berlaku. “Kami tidak mungkin mengambil alih, itu..” tukasnya.

Di bagian lain informasi yang mengemuka dari paparannya, Iwan mengemukakan, kewenangan Dinas Kebudayaan, terbatas pada area dan fasilitas infrastruktur yang tidak termasuk dalam revitalisasi TIM. Ia juga mengingatkan, bahwa PT Jakpro adalah badan usaha milik daerah, yang mindset dan misinya bisa business to business, bisa juga dia berkolaborasi dengan pemerintah.

Pandangan ke arah Dome Planetarium & Observatorium Jakarta terhalang atap dan tiang selasar | foto bangsem

“Kalau kami, melihat Planetarium dan Observatorium Jakarta, jelas.. non for profit oriented. Tugas kami, melayani. Kalau mandat itu diberikan kembali kepada kami, tentu harus kami perbaiki. Saat ini, misalnya, surat dari Akademi Jakarta kami tindak lanjuti dengan menyurati PT Jakpro,” ungkapnya.

Dia kemukakan, dalam diskusi ini, menurut Iwan, pihaknya bersama perwakilan dari Dinas Pendidikan, lebih banyak menyimak, mencatat, dan meresponnya, sesuai kewenangan yang dimiliki selaku abdi negara dan pelayan publik.

Rekomendasi Akademi Jakarta

Dalam rilis AJ dikemukakan, pada tahun 2023 Planetarium di berbagai tempat di dunia akan memperingati 100 tahun berdirinya Prototipe Kubah Planetarium Pertama di dunia. Pada tahun 1923, di kota Jena, Jerman, untuk pertama kalinya Proyektor Teater Bintang menyala dan terproyeksikan ke kubah tersebut. “Keajaiban Jena” itu memukau pengunjung dan para wartawan.

Tahun 2023 adalah juga tahun peringatan 100 tahun astronomi modern di Indonesia bersamaan dengan yang ditandai dengan berdirinya Observatorium Bosscha. Alangkah memprihatinkan apabila pada tahun istimewa ini Planetarium & Observatorium Jakarta justru tidak berfungsi. Kini, baik Teater Bintang maupun keempat Observatoriumnya tidak berjalan. Salah satu bangunan Observatorium justru dihancurkan pada saat revitalisasi dan akses menuju observatorium kedua tertutup tembok.

Muhammad Rezky – Anggota Himpunan Astronomi Amatir Jakarta dan foto planet yang melatari diskusi | foto bangsem

Padahal, keunikan Teater Bintang Planetarium masih tidak tergantikan oleh teknologi lainnya. Planetarium menampilkan simulasi langit untuk waktu kapan pun dan dari lokasi mana pun yang diproyeksikan ke langit-langit gedung berbentuk kubah. Tampilan itu disertai narasi yang kontekstual dan disesuaikan untuk segala umur dan latar sosial-budaya. Planetarium menjadi ruang belajar yang fleksibel dan menyenangkan untuk sekolah, keluarga, dan pribadi.

Pelemahan fungsi Planetarium & Observatorium Jakarta pasca-Revitalisasi TIM adalah masalah yang sangat sensitif di mata masyarakat ilmiah dan telah memicu tanggapan. Kekecewaan masyarakat umum pun terungkap dalam media komunikasi resmi TIM dan Planetarium & Observatorium Jakarta.

Dalam konteks itu, AJ mengeluarkan sejumlah rekomendasi kepada Pemerintah DKI Jakarta. Yaitu : Merestorasi Planetarium & Observatorium Jakarta agar dapat melaksanakan misinya sebagai penyelenggara pendidikan publik yang bermartabat dalam topik luas sains astronomi, dan bukan malah melemahkan dan menciutkan makna Cagar Budaya melulu sebagai objek wisata “Gedung Planetarium” tanpa kegiatan aktif Teater Bintang; Mengadakan dan memperbaiki fasilitas, tata kelola dan program Planetarium & Observatorium Jakarta agar dapat melayani kepentingan belajar masyarakat secara optimum.

AJ juga merekomendasikan, agar Pemerintah DKI Jakarta, memastikan pengelolaan Planetarium & Observatorium Jakarta sebagai entitas ilmu pengetahuan dilaksanakan oleh lembaga yang terkait langsung, yaitu Dinas Pendidikan; Memastikan penganggaran bagi pengadaan, pemeliharaan, dan perbaikan fasilitas Planetarium & Observatorium Jakarta seperti proyektor, teleskop, ruang pameran, dan lain-lain.

Rekomendasi lainnya adalah, memastikan Sumber Daya Manusia pengelola Planetarium Jakarta wajib memiliki pengetahuan dan ketrampilan astronomi dan atau ilmu terkait; Memastikan terpasang papan nama Planetarium & Observatorium Jakarta sesuai peruntukannya yang merupakan hadiah dari Pemerintah Republik Indonesia kepada warga Jakarta (pidato Presiden RI pada pemancangan tiang pertama, 9 September 1964). Dan, yang sangat penting, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memastikan bahwa revitalisasi dan restorasi Planetarium & Observatorium Jakarta menjadi agenda kerja yang bersifat segera. | Masybitoch

Posted in LITERA.