Puisi Puisi N. Syamsuddin Ch. HAESY

Ramadan

waktu

mengantarku

berkunjung lagi

ke beranda rumahMu

tuk memenuhi

hakMu

shaum

di bulan

Ramadan

biarlah sukma

membayar

kangen

di raga yang dahaga

pada dria yang lapar

dalam kepung tantangan

di garba ujian

syukurku tiada berhingga

Kau hantarkan aku

lewat waktu

menemui

masa

penyegaran

Ramadan karim

masa memberikan hakmu

‘tuk dipatuhi

syukurku

kepadamu

Ooo Allah

(PaDu, 12.04.21)

 

 

Bisik

Nak..

jangan pernah berharap

kepada siapapun

kecuali Dia..

Penciptamu

Pemeliharamu

hanya Dia

selalu nyaman

menemanimu

hanya Dia

selalu tak lengah

menjagamu

selalu tak bosan

mendengar keluhmu

memberi nilai atas peluhmu

selalu paham

gelora fikirmu

selalu mengingat dzikirmu

selalu mendengar asamu

selalu menembus diammu

hanya Dia

selalu ada dalam senyapmu

di tengah gegap dunia

selalu ada dalam heningmu

di tengah gaduh dunia

selalu ada dalam ramaimu

di tengah kelam malam semesta

cukuplah hanya Dia

mitra hidupmu

sampai Dia menentukan kehendak-Nya

 

(PaDu, 01.04.21)

 

 

Ghayar

petaka itu akan datang lagi

tak sesuatu bisa menahannya

karena manusia terus mengudangnya

petaka itu akan datang lagi

melantakkan kepongahan di bumi-Nya

karena manusia memanggilnya

petaka itu lebih dahsyat menghancurkan

bukan karena Dia hendak menghancurkan

melainkan karena manusia menghancurkan

kehidupannya sendiri

 

(PaDu, 30.03.21)

 

Zombie

kulihat zombie di mana-mana

enggan mengakui diri bukan sesiapa

teramat kecil dari nanomonster

virus pengubah peradaban

para zombie tak pandai memahami

meski isyarat telah nyata

berjuta insan tiada daya

tergeletak

terkapar

terkurung was was

terhanyut takut

terbungkam gumam

pelitup menghalang

batas jarak melintang

di mana insan?

ah..

kulihat zombie di mana-mana

dungu kala merasa pandai

pandir ketika merasa cerdas

lajak ketika merasa bijak

kasip kala merasa arief

lemah kala merasa gagah

 

(PaDu, 31.03.21)

 

Sajadah Kecil

sajadah kecil ini. sajadah keikhlasanku

peletak kening. pelepas sesal

serban putih. sarung putih

selalu mengiring. menantang hidup

saat berpusing

sajadah kecil. serban putih. sarung putih

sahabat setia

di kala hening. teman setia

ke mana pergi. selalu kubawa

ke mana pergi. pengingat diri

mesti melangkah. memikul amanah

di mana saja

 

(Jember, 2004)

 

Ode Tanah Air

Ya Rabb

Umat bertikai tak henti henti

Damai dinanti tak kunjung tiba

Ya Ilahi

Ampuni seluruh penduduk negeri

Mohon dengan sangat

Selamatkan segera bahtera merdeka

Tanah Air hamba rindukan damai

Umat lelah terpanggang ngeri

Tanah Air hamba murung sendiri

Indonesia Raya sumbang iramanya

Ya Rabb

Umat lelah berkalang ngeri

Digoncang petaka tak usai sudah

Mohon dengan sangat

Selamatkan rakyat

sudah sekarat

Tanah Air hamba

rindukan damai

Ummat berharap

siang dan malam

Tanah Air hamba

sudah sengsara

Ya Rabb

Sungai-sungai tanah negeri kami

sudah berubah warna

Merah darah mengalir

entah ke mana

Anyirnya mengepung kami

Ya Rabb

Bencana tak usai sudah

Ganti berganti kunjungi kami

Bila dosa telah mendedah, tolong ma’afkan kami

Dalam melarat rakyat berharap

Semua bergantung ampunanMu jua

 

(Gedung Merdeka – Bandung – 2003)

 

Siapa Lagi ?

Tak ulama mesti berkuasa.. Bila tak hendak bangsa binasa

Tak cendekiawan mesti menawan. Bila tak hendak umat tertawan.

Tuhan telah gariskan. Siapa patut pimpin negara.

Siapa mesti urus agama. Serahkan urusan pada ahlinya.

Bila tak hendak bangsa binasa

Kembalilah ke jalan yang benar. Kacau bangsa salah diurus.

Hancur bangsa siapa mau ?

Menangis negeri siapa dengar. Merintih rakyat siapa peduli

Kalau politisi sudah korupsi. Kalau ulama’ berebut kursi.

Siapa lagi ‘kan mengawasi ?

Kalau cendekiawan tak lagi cerdas. Siapa lagi ‘kan akan menderas ?

Bila uang sudah kuasa.Kelak beruang ‘kan berkuasa

Hancur bangsa salah siapa ?

 

(Surabaya, 2004)

Posted in LITERA.