Zaman Sungsang

Puisi Puisi N. Syamsuddin Ch. Haesy

N. Syamsuddin Ch. Haesy biasa dipanggil Bang Sem. Sejak belia bercita-cita jadi penyair, tapi belum juga kesampaian (Tak mudah menjadi penyair). Kerap menulis puisi, esai, resensi, kritik seni sejak masih SMA, di bawah asuhan Ibu Aisyah Salamun, guru sastra. Ibu yang menyelamatkannya dari kehidupan belia dekade 70-an. Ibu yang menempa integritas dirinya. Ibu yang selalu mengeritik karya-karyanya. Di sela kesibukannya sebagai jurnalis, aktivis gerakan mahasiswa, lalu menjadi profesional di dunia media (cetak, radio, televisi, film, periklanan, dan komunikasi korporat). Menapaki jenjang profesional dari bawah, hingga menjalani fungsi pemimpin perusahaan. Sempat terjun dalam dunia politik yang membuatnya menyesal. Ia menulis beberapa buku pumpunan puisi, antara lain: Soneta Rumah Bocor, Bulan Selesma, Di Balik Layar Televisi, eCatri | puisi puisi cinta, Renjana Tanah Pusaka, Ghirah, dan lain-lain. Ia juga menulis buku: Sangkakala Padjadjaran, Memancing Kebajikan, Yojana, Cawandatu, Platinum Track,  Indigostar, Zuwad, The Wave of Transformation, Lompatan Kalimantan, Kembali ke Pangkuan, Alor Surga di Timur Matahari,  Selebihnya menjadi pensyarah tamu, pembicara dalam seminar, pelatihan komunikasi bisnis, dan lain-lain. Sejak enam bulan terakhir kembali mengaji dan mengkaji berbagai dimensi spiritual dan religi.. [redaksi]

Zaman Sungsang

pada zaman yang sungsang

masa lalu, masa kini, dan hari esok

terkubur dalam perang

tertimbun genosida

perampasan hak hidup

kemanusiaan dan keadilan

di gaza dan seluruh ruang hidup Palestina

kemerdekaan untuk dan atas nama kemanusiaan

dituliskan dalam sejarah kelam

tubuh-tubuh yang kaku

berubah jadi pena

bertinta air mata dan darah

keyboard komputer tak menyediakan aksara

untuk menuliskan sansai dan nestapa

terampasnya hakikat

manusia dan kemanusiaan

pada zaman yang sungsang

masyarakat adat terusir

dari tanah warisan peradabannya

kala hutan alam

dibabat tak bersisa

hasrat dan syahwat kaum beruang

dari berbagai kota di berbagai belahan dunia

untuk dan atas nama investasi

untuk dan atas nama legasi para petinggi lapar kuasa

hutan berubah tanah lapang

tak lagi menyimpan hujan

menghantarkan banjir bandang

menggelontoran duka dan lara

menghempaskan kemanusiaan dan cinta

 

(balikpapan, 14 agustus 2024 )

 

Jalan Lencong Sejarah

di jalan sejarah yang sering dibengkokkan kaum kolonial

para begundal mereproduksi pandangan-pandangan sesat

mengalirkan cara pandang mereka

ke otak anak-anak bangsa yang mengabaikan hakikat peristiwa sejarah

lantas melahap dengan sukacita doktrin-doktrin

kaum kolonial di jaman kini

di jalan sejarah yang sering dilencongkan kaum kolonial

anak cucu kaum kolonial menuliskan pandangan nenek moyang mereka

anak cucu kita melahapnya dengan sukacita

tanpa pandangan dan sikap kritis

tanpa keberanian mengoreksi dan meluruskannya

nenek moyang kita yang memperjuangkan keadilan,

menuntut hak-hak dasar kemanusiaan

mereka sebut pemberontak

nenek moyang kita yang berpegang teguh pada keyakinan

mereka sebut kaum ekstremis fundamentalis

kita harus meneliti ulang setiap peristiwa sejarah

bukankah hari kemarin tersambung dengan hari ini

pun tentang pertikaian masa lalu akibat politik adu domba kolonialis

di jalan lencong sejarah kebangsaan

kita harus mengulang kaji setiap peristiwa hari-hari lampau dan silam

menuliskan kembali dengan jernih setiap peristiwa

dengan cara pandang kita !

 

(mandalawangi, 25.10.24)

Mosaik aneka potret dalam kembara | dok. pribadi

Lelakon Negeri Kurusetra

machiavelli terbahak. imaji pangeran jadi lelakon negeri kurusetra.

raja turun tahta terhuyung di jalan sindroma. politisi machiavellian

bersukacita mengalu-alu pangeran dan raja baru.

pandang matanya kosong. tak paham apa diucap raja baru.

sepuluh jari menangkup. kepadala mengangguk.

senyumnya hambar.

politisi machiavellian bersorak gempita

rakyat dilambungkan raja baru di ujung aksara.

machiavelli terbahak. ngakak di pucuk pokok. sajarah.

paradoksa kata dan laku melayang di balairung.

merasuk cepat ke mulut-mulut menganga

negeri kurusetra hilang muru’ah

pangeran estúpido bimbang di kursi kuasa

machiavelli terbahak. ngakak di pucuk pokok. sajarah.

di negeri kurusetra imaji pangeran

melayang jadi fantasi.

berjuta rakyat dengan nalar naluri terjaga.

ngakak membuang malu.

ooo.. lelakon negeri kurusetra tak lagi bercindai sutra.

 

(Bogor, 25 Oktober 2024)

 

Ondel-Ondel dan Bebegig Seroh

hujan membasuh kota. surya murung. awan hitam berarak.

anak-anak miskin kota setengah telanjang berlarian ke jalan-jalan.

sirene voorijeder meraung. kaum miskin kota melihat dari tepian.

rangkaian mobil berpacu. air hujan yang tergenang muncrat.

membanjur anak anak miskin kota. mata mereka terbelalak.

di dalam kendaraan berpacu

tampak sepasang ondel-ondel dan bebegig seroh robotik.

rangakaian kendaraan dipandu

nuju stadion mini berhias bendera partai

lagu ondel-ondel kumandang dinyanyikan sesuka hati

ondel-ondel dan bebegig seroh robotik melangkah

bersambut yel-yel pengusir kantuk dan dahaga

yel-yel berimbal nasi bungkus, talen dan gobang

ooowh.. ondel-ondel robotik mengumbar fantasi

bebegig seroh robotik menjentik kelakar tak berakar

bocah-bocah miskin kota masih basah

terhalang di pintu balairung. mengintip di jendela.

sukacita menghampir di wajah mereka.

nasi bungkus tiba. mereka sikat satu-satu.

kabur ke laman balairung.

hujan reda. mereka santap nasi bungkus.

ondel-ondel dan bebegig seroh robotik

mengumbar ilusi dan fantasi.

“kita akan bangun tempat hiburan di pulau ilusi.”

bocah-bocah miskin kota berbalut seluar setengah kering merangsek.

masuk ke balairung. melompat ke panggung.

meraih pelantang suara dan berseru serempak:

“kami anak-anak miskin kota tak perlu tempat hiburan.

kami hanya perlu rumah tempat berteduh, cukup makan,

dan laman bermain.”

“kami hanya perlu keadilan.”

ondel-ondel dan bebegig seroh robotik terlongong.

keduanya tak diprogram untuk paham dan mengerti

hakikat keadilan dan cara membalik kemiskinan.

programer mengganti kata keadilan dan kemiskinan

dengan sepotong kata: “Menang! Menang! Menang!”

 

(Jakarta, 27.10.24)

Rekacitra 1 | dok. pribadi

Pintu Pintu

pintu-pintu yang tertutup dan terkunci

biarkan tertutup selamanya

tak perlu mengetuk

tak perlu membuka

bukankah ini cara Tuhan menyelamatkan?

lihatlah Tuhan menyediakan seribu pintu

hampirilah

meski lelah kala bangkit masih terasa

biarkan luka sembuh sendiri

ambil setangkai luka

dengan jemari berdarah

abaikan pintu-pintu yang tertutup dan terkunci

seribu pintu terbuka

sudah disediakan Tuhan

lihat cahaya memancar dari dalam

ikuti lesat berkasnya

cahaya-Nya tersambung cahaya surya

tanpa telangkai

sujudlah di bumi hamparan kuasa-Nya

bangkitlah. berdiri. melangkah lagi.

bergegas menuju pintu-pintu yang terbuka.

bukankah di bulir peluh

cahaya cinta-Nya tersimpan

bangkit dan melangkahlah !

 

(jakarta, 8.11.24)

Nota

(kepada cucuku Javier Mudhriq Fadhillah)

 

Vier, hidup adalah sajadah panjang, digelar para malaikat sejak kau dilahirkan hingga kelak kau kembali kepada-Nya.

Vier, hidup adalah simponi merangkum aneka nada dalam harmoni orkestra.

Vier, hidup adalah keberanian memberi makna atas kata dalam laku dan perangai.

Vier, hidup adalah keberanian menentukan di mana posisi kita berdiri dan kapan melangkah pergi, karena kita adalah subyek atas hidup itu sendiri.

Vier, hidup adalah hening di tengah kegaduhan, sunyi di tengah keramaian, ramai di tengah keheningan dan kesunyian.

Vier, kamu adalah dirimu sendiri, dan kelak tak siapapun bisa mengatur dirimu, dan tak sesiapapun boleh menentukan bagaimana kau mencumbu takdir dan mengubah nasib.

Vier, hidup adalah optimisme untuk mandiri. Kau merasakannya sejak dini. Memaknai sunyi, kangen, dan jalan yang tak pernah kubayangkan.

Vier, tak kan kubebankan kamu dengan imaji dan asaku. Kau punya hak menentukan cara memberi makna atas dirimu di zamanmu ! Yang kualirkan kepadamu hanya cinta dan kasih sayang.

Kutunggu musim liburmu. Kita bercerita lagi tentang imaji bangsa di zamanmu kelak.

 

( jakarta, 08.11.24 )

 

Mboh

di negeri serba tak tahu yang kudengar hanya sepotong kata: Mboh !

petinggi tak tahu apa yang seolah-olah diketahuinya, karena ketahuan tak tahu apa yang semestinya diketahui, meski mengetahui segala ketidaktahuan. Mboh !

rakyat tak tahu apa yang diketahui petingginya meski tahu para petinggi tak pernah tahu bagaimana cara melayani kawula. Mboh !

dalam ketidaktahuan petinggi tak mencari tahu apa yang semestinya diketahui kepada mereka yang tahu, walau tak mau tahu segala hal. Mboh !

para petinggi mencari tahu dengan becermin dalam gelap. mereka tak tahu bagaimana memaknai dirinya. pengetahuan diabaikan. ilmu pengetahuan ditanggalkan. tahu-tahu dusta keluar dari celah bibir mereka. Mboh !

aku tak tahu apa yang kau tahu sebagaimana kau tak tahu apa yang kutak tahu. tahu-tahu badai menghantam. memporak peranda nalar dan naluri. Mboh !

sebaiknya jangan pura-pura tahu apa yang kau tak tahu. karena ketidak tahuan bercengkrama. mengundang bencana yang tak diketahui bila tibanya. Mboh !

(jakarta, 15.08.24)

Posted in LITERA.